Saturday, June 24, 2023

Review Bloodhounds : Waspada pada Pinjaman Berbunga Rendah

Sinopsis

Sebuah series korea yang diproduksi oleh Netflix ini berkisah mengenai seorang petinju yang mengalami masalah serius saat ibunya terperangkap pinjaman berbunga rendah. Petinju muda bernama Kim Geon-woo ini diceritakan sebagai petinju yang berusaha memenangkan turnamen untuk membayar hutang keluarganya. Dampak dari pandemi COVID-19, cafe milik ibu Geon-woo sepi dan diambang kebangkrutan, ditambah dengan riuh masalah dari hutang yang tersisa dan biaya sewa kafe yang terus ditagih pemilik gedung. Hal itu dimanfaatkan oleh rentenir ulung bernama Smile Capital untuk memeras para pengusaha yang diambang batas kebangkrutan seperti ibu Geon-woo.

Kim Myeong-gil adalah bos sadis pemilik Smile Capital, dia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang dari bisnis pinjaman jahat yang dia kelola. Dia mengerahkan segala cara untuk mendapatkan uang dari pinjaman yang berbunga mencekik, memporak-porandakan tempat usaha dan kehidupan para korbannya. Dengan kumpulan gengster yang dia miliki, Myeong-gil seakan tak terhentikan dalam meraup keuntungan berlipat ganda.

Geon-woo dengan berat hati melepaskan mimpinya sebagai petinju untuk bekerja bagaimanapun caranya untuk melunasi hutang sang ibu. Dibantu oleh sahabat barunya Hong Woo-jin, dia dikenalkan kepada Pak Choi Tae-oh. Nah Pak Choi ini adalah tokoh kawakan dalam dunia pinjaman uang, tapi dia menghilang dengan misterius sepuluh tahun terakhir. Dia kini hidup low-profile dan meminjamkan uang tanpa bunga untuk mereka yang datang meminta pertolongan karena tidak memiliki uang untuk berobat. Akhirnya Geon-woo dan Woo-jin bekerja bersama Kim Hyeon-Ju dibawah arahan Pak Choi.

Review 

(1) : Jangan Meminjam Uang Sembarangan

Menurut saya pribadi, cerita ini didasari dari keresahan masyarakat yang kesulitan bertahan dalam era pandemi. Kebutuhan akan uang tidak sebanding dengan hasil yang didapat dari pekerjaan yang digantungkan. Hingga akhirnya banyak yang terjebak dalam lilitan hutang berbunga-bunga. 

(2) : Persahabatan yang Mengasyikkan sekaligus Menegangkan

Dalam drama ini persahabatan Geon-woo dan Woo-jin saya rasa cukup unik dan mengasyikkan. Bermula dari lawan tanding dalam ring, lalu mereka makan bersama dan ternyata mereka berada di kesatuan marinir yang sama saat tugas wajib militer. Sosok Geun-woo yang lebih banyak diam bertolak belakang dengan Woo-jin yang cerewet dan banyak tingakah. Tapi keduanya memiliki empati yang sama dan memiliki daya juang yang setara. Mereka berdua bahu membahu menghadapi masalah, sampai akhir dan tidak saling berkhianat.

(3) : Hitam dan Putih yang Terlihat Jelas

Dalam drama ini, golongan hitam dan putih sangat terlihat kontras. Myeong-gil dan anteknya yang beringas, jahat dan ganas. Pak Choi dan anggotanya yang tersisa berusaha memperbaiki kesalahan masa lalu dan didasari pada niat berbuat baik. 

(4) : Adegan Aksi yang Mencengangkan

Dari episode satu hingga epsode delapan, penonton akan disuguhkan adegan aksi yang mencengangkan. Perkelahian, pengeroyokan hingga duel hidup dan mati terjadi dengan epik. Darah berkucuran sana-sini, membuat adrenalin terpacu dan ingin melihat sampai tuntas kelanjutan cerita yang disajikan.

You can watch it on NETFLIX

Monday, June 19, 2023

Review Like & Share : Kisah Awal Penyitas Kekerasan Seksual pada Remaja


Like & Share


Sebuah film dari Gina S Noer, tentang sebuah potret kejam dunia digital dan dunia modern yang dipadukan dengan pelik. Gina S Noer kembali mengangkat isu mengenai remaja yang mungkin masih dianggap tabu oleh sebagian kalangan, tapi sudah menjadi fakta lapangan. Dalam film ini tokoh perempuan menjadi korban pelecehan seksual. 


Kisah ini diawali oleh dua remaja, siswi SMA yang sedang mencari jati diri mereka. Dua sahabat karib ini memiliki kanal YouTube yang berisi konten ASMR. Awalnya masalah berorientasi pada tokoh Lisa, dia yang merasa dikucilkan oleh ibunya sendiri. Lisa disini sering melihat video viral yang ada di jagad maya. Suatu ketika Lisa keranjingan melihat video bokep HP jatuh. Mulailah Lisa mencari tahu video-video dengan unsur bokep tersebut. 


Kemudian masalah selanjutnya berorientasi pada tokoh Sarah. Dia secara tidak sengaja bertemu dengan Devan. Seorang pemuda dewasa yang terpaut 10 tahun dengan Sarah dan Lisa. Awalnya Sarah dan Devan baik-baik saja. Tapi ternyata ada maksud tersembunyi dari Devan yang nampaknya sangat romantis itu. 


Tragedi utama terjadi saat Sarah merayakan ulang tahun ke - 18. Perayaan ulang tahun yang harusnya indah berujung pada awal keruntuhan hidup Sarah. Sarah dipaksa oleh Devan melakukan hubungan seksual. Membuat semua kepercayaan diri Sarah runtuh berkeping-keping. Masalah berlanjut, dimana Devan mengancam akan menyebarkan semua gambar dan video Sarah bila mana mereka putus seketika. Sarahpun dengan terpaksa memenuhi kebiadaban Devan, dan sekali lagi Sarah tetap menjadi korban. 


Melalui film ini Gina S Noer menyampaikan pesan penting bagi para remaja untuk melek terhadap kenyataan bahwa hubungan seks bukan permainan yang mengasyikkan. Gina S Noer juga menegaskan bahwa penyitas kekerasan seksual harus berjuang untuk hidupnya, untuk kesehatan mentalnya dan untuk segala apa yang dia punya. Karena selama ini, dengan sangat ringan tangan orang-orang di luar sana hanya berkomentar negatif, menertawakan dan merundung para korban kekerasan seksual. Terdapat suatu sindiran pula kepada para penegak hukum, dimana mereka bukan malah melindungi korban, tapi mereka hanya mencari cara bagaimana semua kebisingan itu segera lenyap. 


Gina S Noer, terima kasih karena sekali lagi, telah membuat film yang mana ceritanya menampar begitu menyakitkan. Membangunkan bualan indah kehidupan duniawi yang penuh carut marut ini. Serta mengingatkan kita bahwa remaja perlu kita lindungi dan kita rangkul, bukan hanya dikekang dan dikasihani. 


You can watch it on NETFLIX 

Merangkum Jurnal KUY (1)

 Judul Jurnal : Why normalized gain should continue to be used in analyzing pre-instruction and post-instruction scores on concept inventories


DOI

Abstrak :

Penelitian Nissen dkk. pada jurnal terbaru berargumen tentang penggunaan Cohen's d, sebagai pengganti normalized gain yang lebih umum digunakan, dalam analisis skor pra-instruksi dan pasca-instruksi pada concept inventories yang digunakan untuk mengukur keefektifan pembelajaran. Mereka berpendapat bahwa peningkatan hasil normalisasi bersifat “prescore biased”. Peneliti memberikan lima contoh, termasuk satu contoh yang dikutip oleh Nissen, yang menunjukkan tidak adanya prescore biased ketika data dianalisis dengan cermat, yang menunjukkan bahwa masalah dalam analisis mereka adalah bias variabel yang dihapus. Kami menunjukkan bahwa Cohen's d kurang informatif dibandingkan dengan normalized gain  ketika digunakan sebagai ukuran parameter tunggal efektivitas pengajaran, meskipun, seperti yang ditunjukkan oleh Nissen, d lebih banyak digunakan di bidang lain. Kami percaya bahwa para peneliti pendidikan fisika harus terus menggunakan normalized gain untuk menilai  efektivitas pedagogi pendidikan. Namun, karena populasi siswa yang berbeda dapat memiliki respon yang berbeda secara signifikan terhadap pedagogi yang sama, dalam interpretasi normalized gain, penting untuk mempertimbangkan pengukuran tingkat kemampuan siswa. Dalam menganalisis perolehan yang dinormalisasi untuk Force Concept Inventory (FCI), skor rata-rata pada Tes Kemampuan Penalaran Ilmiah Lawson atau SAT harus dipertimbangkan, karena skor ini sangat berkorelasi dengan normalized gain, yang mengindikasikan kemampuan siswa mungkin berdampak lebih besar pada hasil yang dicapai di kelas dibandingkan dengan pedagogi tertentu yang digunakan.


 

I.        INTRODUCTION

·       In 1997 Hake introduced normalized gain as a measure of change when the same concept test is used to gauge student understanding at the beginning and again at the end of a physics course.

·       Normalized gain is the change in the class average score divided by the maximum possible gain. … normalized gain is the fraction of concepts learned by a class that were not known at the beginning of the course.

·       Nissen et al. claim that normalized gains are “prescore biased,” and that Cohen’s d should be used in place of normalized gain.

 

II.      NORMALIZED GAIN IS NOT PRESCORE BIASED; OMITTED VARIABLES BIAS

A.    Examples 1 and 2: Harvard and LMU

At Harvard, individual students’ normalized gain is not correlated with FCI prescore.

In our initial study of 65 LMU students, we indeed found a much stronger correlation between Lawson prescore and normalized gain.

The correlation between g and FCI prescore for these students was only a consequence of the correlation between FCI prescore and Lawson score (r = 0.50, p = 0.00001). Students with higher Lawson scores tended to have higher FCI prescores. This makes sense because it is reasonable that students with greater scientific reasoning ability would likely learn more in their high school classes.

B.    Example 3: Finland

Again FCI prescores were significantly correlated with Lawson prescores (r=0.43, p<10−4), and this again seems to account for the misleading appearance of gind depending on prescore. Savinainnen’s results show no prescore bias in using normalized gain gind.

C.    Example 4: Edward Little High School

Steinert’s classes, which varied dramatically in reasoning abilities because some were honors classes and some were not, had dramatically different normalized FCI gains, even though he used the same methods to teach all classes(VI).

This shows once again no prescore bias for g.

D.    Example 5: Arizona School for the Arts

This is yet another example showing no prescore bias in normalized gain g.

 

III.    NISSEN’S DATA; MISSING DATA

·       Nissen et al. reported their own data for 89 courses, showing correlation between gain and prescore (r = 0.43). Their study did not include analysis of either SAT or Lawson data.

·       Another problem with their analysis is the large quantity of missing data.

·       Even if there was no systematic error introduced by the large amount of missing data in Nissen’s analysis, that analysis suffers from missing variable bias, and therefore one should not accept their claim that normalized gain is prescore biased.

 

IV.    NORMALIZED CHANGE

·       Marx and Cummings advocated for replacing individual normalized gain gind by individual normalized change c, defined in terms of an individual’s pretest and post-test scores:


One argument they give for this new measure is that the calculation of gind in some extreme cases can lead to strange results.

·       … it is possible for a student to have learned nothing from a course, justifying a 0, it is hard to imagine a course (at least an IE course) in which someone actually knew less at the end of the course than at the beginning.

·       A student with a perfect prescore has no possibility of demonstrating learning by achieving a higher post-test score, and so it seems reasonable to delete that data point.

·       Nissen et al. argue in most of their paper that normalized gain is positively prescore biased, but in their consideration of the work of Marx and Cummings, they claim normalized gain is negatively prescored biased. In fact, normalized gain is neither positively nor negatively prescore biased, as we have shown in Sec. II.

 

V.      NORMALIZED GAIN VS COHEN’S d

·       Nissen et al. argue for the use of Cohen’s d instead of normalized gain, where d is defined as the difference between two means divided by the pooled standard deviation s. Nissen et al. proposed to use it to measure the effect size of the change in average scores on the same test, pre-instruction to post-instruction:


We have already shown that the claim of prescore bias for normalized gain is not valid. We shall now show just how misleading use of Cohen’s d can be.

·   Normalized gain has been used by many for the last 20 years to provide that valuable information, which is often used to guide instructors toward use of more effective interactive engagement (IE) methods, as it did one of us. That kind of revealing information is lost if one considers only Cohen’s d.

 

VI.    DISCUSSION

… in order to determine what the value of the gain might imply about the effectiveness of the pedagogy for the conceptual learning achieved by the students, it is necessary to consider the class’s scores on either the Lawson test, SAT, or ACT, because the reasoning abilities of the class, as reflected in these scores, may well be a stronger determinant of conceptual learning than the pedagogy that is used in the course.

Sunday, June 11, 2023

Sebuah "Highlights" dari Hati



Allah akan selalu ada untuk kita, tapi kita harus meminta kepada Allah agar kita tetap bisa berdo'a dan berusaha. 

Dewasa adalah tentang berdamai dengan ketidakpastian hidup, tentang menjalani hidup ini tanpa ekspektasi berlebihan dan tentang usaha untuk menjadi baik-baik saja. 

Keluarga adalah mereka yang ada disaat kita lelah, terpuruk, hilang arah bahkan ingin menyerah. 

Ingat, dirimu sendiri adalah orang yang harus kamu peluk pertama kali sebelum kamu memeluk yang lainnya. 

Tersenyumlah Fita, karena nyatanya Allah senantiasa memberikan takdir terbaik untuk kamu jalani.

Saturday, June 10, 2023

REVIEW LAUT BERCERITA : KISAH MEREKA YANG TENGGELAM DEMI PERUBAHAN

 


Laut Bercerita adalah karya epik dari Leila S. Chudori, penulis ternama Indonesia yang terkenal dengan gebrakan dalam novel yang ditulisnya.

Dalam Laut Bercerita, Leila S. Chudori kembali menggebrak pembaca lewat kisah perjuangan para pemuda zaman reformasi.

Novel ini akan membawa pembaca kembali menelisik perjalanan sejarah Indonesia dalam pergantian rezim Orde Baru.

Leila yang dulunya seorang wartawan melakukan riset dan wawancara nyata kepada para penyitas perjuangan era reformasi.

Ini adalah sebuah novel fiksi, namun perlu diingat bahwa kejadian yang ditulis adalah kenyataan yang dialami para korban.

SINOPSIS :

Penulis membagi novel ini dalam dua babak, masing-masing dengan sudut pandang pertama, namun dari sudut dua tokoh yang berbeda.

Bagian pertama bertajuk “Biru Laut”, dia adalah seorang mahasiswa universitas terkemuka di Yogyakarta yang memiliki semangat juang membara.

Buku adalah sahabat lekat Laut, hingga kemudian buku-buku karya Pramodya mengantarkannya bergabung dalam Winatra.

Winatra adalah sebuah organisasi yang menaungi mahasiswa untuk berdisusi perihal buku dan politik.

Laut semakin sibuk dengan kegiatan di Winatra dan mengikuti demonstrasi kepada pemerintahan yang diam-diam direncanakan oleh anggota Winatra.

Disamping itu Laut tetap konsisten dengan beban akademiknya, dimana dia masih mengerjakan skripsi hingga tuntas.

Bagian kedua bertajuk “Asmara Jati”, dia adalah adik Laut, seorang mahasiswa kedokteran yang berjuang menemukan kakaknya.

Asmara adalah wanita cerdas dan kuat, dia terus mencari jejak Laut dan menghadapi kesedihan kedua orangtuanya.

Setelah perjuangan yang memilukan akhirnya Asmara menemukan informasi adanya tulang belulang manusia di Kepulauan Seribu.

PESAN :

Melalui buku ini, kita bisa merefleksikan bahwa apa yang kita miliki sekarang adalah hasil perjuangan.

Perjuangan yang tiada pernah berhenti, dimana keadilan dan kesejahteraan belum juga tercanang diatas negeri ini.

Maka jangan sampai kita melupakan sejarah, jangan biarkan kebernasan ini terulang di masa kini maupun masa depan.

Snippet : Laut Bercerita, karya Leila S. Chudori yang menduduki buku terlaris dalam waktu yang cukup lama. Diangkat dari kisah nyata para korban tragedi reformasi 1998.

 

 



Berdo'a kepada Allah Melalui Kanjeng Nabi Muhammad SAW

 Oleh : KH Syaifuddin Zuhri Tempat : Masjid Al-Azhar Turen Usaha kita yang pendosa ini adalah berusaha dan berdo'a, meminta wasilah kubr...