Monday, June 19, 2023

Merangkum Jurnal KUY (1)

 Judul Jurnal : Why normalized gain should continue to be used in analyzing pre-instruction and post-instruction scores on concept inventories


DOI

Abstrak :

Penelitian Nissen dkk. pada jurnal terbaru berargumen tentang penggunaan Cohen's d, sebagai pengganti normalized gain yang lebih umum digunakan, dalam analisis skor pra-instruksi dan pasca-instruksi pada concept inventories yang digunakan untuk mengukur keefektifan pembelajaran. Mereka berpendapat bahwa peningkatan hasil normalisasi bersifat “prescore biased”. Peneliti memberikan lima contoh, termasuk satu contoh yang dikutip oleh Nissen, yang menunjukkan tidak adanya prescore biased ketika data dianalisis dengan cermat, yang menunjukkan bahwa masalah dalam analisis mereka adalah bias variabel yang dihapus. Kami menunjukkan bahwa Cohen's d kurang informatif dibandingkan dengan normalized gain  ketika digunakan sebagai ukuran parameter tunggal efektivitas pengajaran, meskipun, seperti yang ditunjukkan oleh Nissen, d lebih banyak digunakan di bidang lain. Kami percaya bahwa para peneliti pendidikan fisika harus terus menggunakan normalized gain untuk menilai  efektivitas pedagogi pendidikan. Namun, karena populasi siswa yang berbeda dapat memiliki respon yang berbeda secara signifikan terhadap pedagogi yang sama, dalam interpretasi normalized gain, penting untuk mempertimbangkan pengukuran tingkat kemampuan siswa. Dalam menganalisis perolehan yang dinormalisasi untuk Force Concept Inventory (FCI), skor rata-rata pada Tes Kemampuan Penalaran Ilmiah Lawson atau SAT harus dipertimbangkan, karena skor ini sangat berkorelasi dengan normalized gain, yang mengindikasikan kemampuan siswa mungkin berdampak lebih besar pada hasil yang dicapai di kelas dibandingkan dengan pedagogi tertentu yang digunakan.


 

I.        INTRODUCTION

·       In 1997 Hake introduced normalized gain as a measure of change when the same concept test is used to gauge student understanding at the beginning and again at the end of a physics course.

·       Normalized gain is the change in the class average score divided by the maximum possible gain. … normalized gain is the fraction of concepts learned by a class that were not known at the beginning of the course.

·       Nissen et al. claim that normalized gains are “prescore biased,” and that Cohen’s d should be used in place of normalized gain.

 

II.      NORMALIZED GAIN IS NOT PRESCORE BIASED; OMITTED VARIABLES BIAS

A.    Examples 1 and 2: Harvard and LMU

At Harvard, individual students’ normalized gain is not correlated with FCI prescore.

In our initial study of 65 LMU students, we indeed found a much stronger correlation between Lawson prescore and normalized gain.

The correlation between g and FCI prescore for these students was only a consequence of the correlation between FCI prescore and Lawson score (r = 0.50, p = 0.00001). Students with higher Lawson scores tended to have higher FCI prescores. This makes sense because it is reasonable that students with greater scientific reasoning ability would likely learn more in their high school classes.

B.    Example 3: Finland

Again FCI prescores were significantly correlated with Lawson prescores (r=0.43, p<10−4), and this again seems to account for the misleading appearance of gind depending on prescore. Savinainnen’s results show no prescore bias in using normalized gain gind.

C.    Example 4: Edward Little High School

Steinert’s classes, which varied dramatically in reasoning abilities because some were honors classes and some were not, had dramatically different normalized FCI gains, even though he used the same methods to teach all classes(VI).

This shows once again no prescore bias for g.

D.    Example 5: Arizona School for the Arts

This is yet another example showing no prescore bias in normalized gain g.

 

III.    NISSEN’S DATA; MISSING DATA

·       Nissen et al. reported their own data for 89 courses, showing correlation between gain and prescore (r = 0.43). Their study did not include analysis of either SAT or Lawson data.

·       Another problem with their analysis is the large quantity of missing data.

·       Even if there was no systematic error introduced by the large amount of missing data in Nissen’s analysis, that analysis suffers from missing variable bias, and therefore one should not accept their claim that normalized gain is prescore biased.

 

IV.    NORMALIZED CHANGE

·       Marx and Cummings advocated for replacing individual normalized gain gind by individual normalized change c, defined in terms of an individual’s pretest and post-test scores:


One argument they give for this new measure is that the calculation of gind in some extreme cases can lead to strange results.

·       … it is possible for a student to have learned nothing from a course, justifying a 0, it is hard to imagine a course (at least an IE course) in which someone actually knew less at the end of the course than at the beginning.

·       A student with a perfect prescore has no possibility of demonstrating learning by achieving a higher post-test score, and so it seems reasonable to delete that data point.

·       Nissen et al. argue in most of their paper that normalized gain is positively prescore biased, but in their consideration of the work of Marx and Cummings, they claim normalized gain is negatively prescored biased. In fact, normalized gain is neither positively nor negatively prescore biased, as we have shown in Sec. II.

 

V.      NORMALIZED GAIN VS COHEN’S d

·       Nissen et al. argue for the use of Cohen’s d instead of normalized gain, where d is defined as the difference between two means divided by the pooled standard deviation s. Nissen et al. proposed to use it to measure the effect size of the change in average scores on the same test, pre-instruction to post-instruction:


We have already shown that the claim of prescore bias for normalized gain is not valid. We shall now show just how misleading use of Cohen’s d can be.

·   Normalized gain has been used by many for the last 20 years to provide that valuable information, which is often used to guide instructors toward use of more effective interactive engagement (IE) methods, as it did one of us. That kind of revealing information is lost if one considers only Cohen’s d.

 

VI.    DISCUSSION

… in order to determine what the value of the gain might imply about the effectiveness of the pedagogy for the conceptual learning achieved by the students, it is necessary to consider the class’s scores on either the Lawson test, SAT, or ACT, because the reasoning abilities of the class, as reflected in these scores, may well be a stronger determinant of conceptual learning than the pedagogy that is used in the course.

Sunday, June 11, 2023

Sebuah "Highlights" dari Hati



Allah akan selalu ada untuk kita, tapi kita harus meminta kepada Allah agar kita tetap bisa berdo'a dan berusaha. 

Dewasa adalah tentang berdamai dengan ketidakpastian hidup, tentang menjalani hidup ini tanpa ekspektasi berlebihan dan tentang usaha untuk menjadi baik-baik saja. 

Keluarga adalah mereka yang ada disaat kita lelah, terpuruk, hilang arah bahkan ingin menyerah. 

Ingat, dirimu sendiri adalah orang yang harus kamu peluk pertama kali sebelum kamu memeluk yang lainnya. 

Tersenyumlah Fita, karena nyatanya Allah senantiasa memberikan takdir terbaik untuk kamu jalani.

Saturday, June 10, 2023

REVIEW LAUT BERCERITA : KISAH MEREKA YANG TENGGELAM DEMI PERUBAHAN

 


Laut Bercerita adalah karya epik dari Leila S. Chudori, penulis ternama Indonesia yang terkenal dengan gebrakan dalam novel yang ditulisnya.

Dalam Laut Bercerita, Leila S. Chudori kembali menggebrak pembaca lewat kisah perjuangan para pemuda zaman reformasi.

Novel ini akan membawa pembaca kembali menelisik perjalanan sejarah Indonesia dalam pergantian rezim Orde Baru.

Leila yang dulunya seorang wartawan melakukan riset dan wawancara nyata kepada para penyitas perjuangan era reformasi.

Ini adalah sebuah novel fiksi, namun perlu diingat bahwa kejadian yang ditulis adalah kenyataan yang dialami para korban.

SINOPSIS :

Penulis membagi novel ini dalam dua babak, masing-masing dengan sudut pandang pertama, namun dari sudut dua tokoh yang berbeda.

Bagian pertama bertajuk “Biru Laut”, dia adalah seorang mahasiswa universitas terkemuka di Yogyakarta yang memiliki semangat juang membara.

Buku adalah sahabat lekat Laut, hingga kemudian buku-buku karya Pramodya mengantarkannya bergabung dalam Winatra.

Winatra adalah sebuah organisasi yang menaungi mahasiswa untuk berdisusi perihal buku dan politik.

Laut semakin sibuk dengan kegiatan di Winatra dan mengikuti demonstrasi kepada pemerintahan yang diam-diam direncanakan oleh anggota Winatra.

Disamping itu Laut tetap konsisten dengan beban akademiknya, dimana dia masih mengerjakan skripsi hingga tuntas.

Bagian kedua bertajuk “Asmara Jati”, dia adalah adik Laut, seorang mahasiswa kedokteran yang berjuang menemukan kakaknya.

Asmara adalah wanita cerdas dan kuat, dia terus mencari jejak Laut dan menghadapi kesedihan kedua orangtuanya.

Setelah perjuangan yang memilukan akhirnya Asmara menemukan informasi adanya tulang belulang manusia di Kepulauan Seribu.

PESAN :

Melalui buku ini, kita bisa merefleksikan bahwa apa yang kita miliki sekarang adalah hasil perjuangan.

Perjuangan yang tiada pernah berhenti, dimana keadilan dan kesejahteraan belum juga tercanang diatas negeri ini.

Maka jangan sampai kita melupakan sejarah, jangan biarkan kebernasan ini terulang di masa kini maupun masa depan.

Snippet : Laut Bercerita, karya Leila S. Chudori yang menduduki buku terlaris dalam waktu yang cukup lama. Diangkat dari kisah nyata para korban tragedi reformasi 1998.

 

 



Tuesday, May 23, 2023

Self-talk for Love Yourself

 



Sumber video untuk konten hari ini :

“The way you treat [people] is what they become.” - Johan Wolfgang von Goethe

Kalimat tersebut awalnya aku pikir hanya berlaku untuk perilaku kita terhadap orang lain. Ternyata, setelah menonton video ini aku sadar bahwa kalimat itu juga berlaku (bahkan sangat) untuk perilaku ku terhadap diriku ini.

Berbicara kepada diri sendiri adalah hal yang lumrah bagi banyak orang. Bahkan menurut para ahli psikologi berbicara dengan diri sendiri (self-talk) juga merupakan hal baik agar kita bisa mengenal diri kita ini. Tanpa sadar kita telah melatih diri kita untuk self-talk sejak kita usia kanak-kanak. Kita bermain dengan boneka kita menggunakan kalimat yang kita ciptakan. Bahkan anak-anak juga menggunakan kembali kalimat yang mereka dengar dari orang-orang di sekitar mereka untuk bermain dan melakukan self-talk. Kemudian semakin dewasa self-talk kita beralih dari vokal menuju self-talk di dalam pikiran kita.

Dalam video ini dinyatakan bahwa self-talk itu penting, karena melalui self-talk kita bisa menyusun rencana, bekerja dalam situasi sulit dan bahkan menjaga motivasi diri. Self-talk berpengaruh sekali terhadap perilaku dan performa keseharian kita. Menjaga diri kita tetap fokus dalam mengerjakan tantangan keseharian bisa dilatih melalui self-talk yang baik.

Sebagai perbandingan, bercakap-cakap dengan teman sudah membuat kita senang, maka bercengkrama dengan diri kita sendiri juga bisa membantu kita mengatur emosi jiwa. Contonya, saat sedang ujian, daripada bilang “Aku akan menaklukkan tes ini.” maka lebih baik kita berfikir “Fita, kamu disiapkan untuk menjalani tes ini!”. Penelitian telah membuktikan bahwa self-talk yang baik bisa membantu kita dalam bersosialisasi seperti bertemu orang baru atau saat berbicara di depan umum. 

Tetapi, perlu diingat bahwa : self-talk yang baik dapat membantu kita, self-talk yang buruk akan menyakiti kita.

Orang-orang yang terlalu kritis serta terlalu keras terhadap dirinya sendiri akan berakhir buruk, perilaku mereka menjadi toxic. Mereka yang terus menerus menyalahkan diri sendiri atas permasalahan yang dialami akan berujung pada depresi dan kecemasan berlebihan. Sehingga kini ada terapi khusus untuk mengatasi hal tersebut, yaitu cognitive behavioral therapy (CBT). Terapi tersebut berfokus pada mengatur nada self-talk. Terapis akan memberi arahan dan pendampingan untuk mengidentifikasi siklus pikiran negatif dan menggantinya dengan hal yang lebih netral dan positif. 

Jadi, nanti saat kamu bercengkrama dengan diri sendiri, ingat untuk bersikap ramah. Karena suara dalam benak mu adalah seorang mitra yang akan kamu ajak bicara dalam waktu lama.





Wednesday, May 3, 2023

Pertemuan ke - 15 : Asesmen Scientific Reasoning

 

Judul jurnal : Practicing abductive reasoning: The correlations between cognitive factors and learning effects

DOI

Latar Belakang :

Desain pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk melatih kemampuan penalaran sangat penting untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran. Sampai saat ini, penalaran abduktif, induktif, dan deduktif dianggap sama pentingnya untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa, tetapi hanya sedikit game yang dirancang untuk melatih penalaran abduktif. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, kami merancang sebuah game bernama V-aquarium untuk siswa SMP untuk melatih penalaran abduktif sambil mempelajari pengetahuan sains. Untuk mengeksplorasi keefektifan permainan, dengan menggunakan penalaran abduktif, kami mencoba memahami korelasi antara keingintahuan epistemik, kelelahan kognitif, nilai pembelajaran yang dirasakan, dan kemajuan permainan.

 

Permasalahan yang relevan :

Penalaran abduktif dapat dipahami sebagai proses akuisisi pengetahuan; namun, ketika fitur permainan menghasilkan upaya kognitif, apa yang dianggap melelahkan ketika bermain game dengan penalaran abduktif masih belum jelas. Oleh karena itu, bagaimana kelelahan kognitif mempengaruhi permainan V-aquarium, dengan penalaran abduktif, dieksplorasi dalam penelitian ini.

 

Kebaharuan :

Penelitian oleh Claus, Bo, dan Saeema (2019) menggunakan penalaran abduktif sebagai pola untuk menghasilkan ide. Wang dan Shu (2016) menyelidiki penerapan penalaran abduktif dalam penelitian investigasi penyebab kebakaran. Penelitian-penelitian tersebut, yang terkait dengan penalaran abduktif, difokuskan pada inferensi tetapi tidak melibatkan perancangan game edukasi. Oleh karena itu, penelitian ini merancang sebuah game bernama V-aquarium. Permainan ini melibatkan pengetahuan ilmiah dan mengharuskan siswa sekolah menengah pertama untuk menyimpulkan jawaban; mereka diberikan tiga elemen untuk menghasilkan jawaban. Selain itu, kami juga menyelidiki bagaimana kinerja permainan siswa dan variabel lain berinteraksi dengan penalaran abduktif mereka.

Penelitian ini menerapkan konsep ini pada game mobile; oleh karena itu, dalam penelitian ini, dua jenis epistemic curiosity akan merefleksikan kinerja para gamer.

Persepsi siswa tentang nilai pembelajaran saat mereka memainkan game dengan penalaran abduktif belum banyak dieksplorasi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memahami persepsi siswa tentang pembelajaran bermakna dengan bermain V-aquarium.


Cara bermain :

        Desain game edukasi ini adalah agar semua orang dapat belajar sambil bersenang-senang. Permainan V-aquarium memungkinkan pemain untuk membangun akuarium V mereka sendiri (contoh pada Gbr. 3) dan menghiasinya dengan rumput laut, seperti yang ditunjukkan pada Gbr. 4. Semua dekorasi ini merupakan bagian dari pembelajaran bagi para pemain, karena mereka diberikan penjelasan singkat tentang setiap dekorasi sebelum membelinya. Dekorasi, misalnya pelet ikan dan ikan kecil (untuk memberi makan organisme laut mereka), dapat dibeli di toko game menggunakan koin yang diberikan untuk setiap level yang diselesaikan. Koleksi ikan para pemain dapat bertambah, dan mereka akan naik level setelah diberi makan dengan makanan atau organisme laut (misalnya Ubur-ubur atau Teripang), seperti yang ditunjukkan pada Gbr. 5.

Gambar 1. Topik bahasan yang diberikan 

Gambar 2. Layout game penalaran abduktif 

Gambar 3. V-aquarium

Gambar 4. Rumput laut untuk dekorasi V-akuarium 

Gambar 5. Organisme laut untuk dimasukkan ke dalam akuarium V

Hasil dan kesimpulan :

    Sebanyak 307 data valid dikumpulkan untuk analisis konfirmasi. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa dua jenis keingintahuan epistemik (tipe minat dan tipe kekurangan) secara negatif terkait dengan kelelahan kognitif tetapi secara positif terkait dengan nilai pembelajaran yang dirasakan dari permainan; kepenatan kognitif tidak secara signifikan terkait dengan kemajuan gameplay tetapi secara positif terkait dengan nilai pembelajaran yang dirasakan dari gameplay. Implikasi dari penelitian ini adalah bahwa guru dapat menggunakan V-aquarium untuk memasukkan konten pembelajaran yang telah mereka ajarkan kepada siswa untuk mempraktikkan penculikan untuk meningkatkan pembelajaran pengetahuan sains siswa.


Nama : Fithrotul Azizah

NIM   : 220321810697


Tuesday, May 2, 2023

Hari Raya Idul Adha 1446H

 Ibadah haji adalah bentuk kasih sayang dari Allah SWT Mutiara hikmah : Bukti ketaatan seorang hamba kepada Sang Khalik untuk mendatangi-Nya...