Saturday, December 7, 2019

Memaknai Arti Perjalanan Hidup dari Seorang Perewa

Sampul depan novel
Judul : Pulang
Penulis : Tere Liye
Editor : Triana Rahmawati
Tahun : Cetakan 1, September 2015
Penerbit : Republika
Tebal buku : iv+400 hal; 13.5x20.5 cm

Judul : Pergi
Penulis : Tere Liye
Co-author : Sarippudin
Editor : Triana Rahmawati
Tahun : Cetakan 1, April 2018
Penerbit : Republika
Tebal buku : iv+455 hal; 13.5x20.5 cm

Kesan Pertama :
Dua buku ini, membuatku semakin faham apa arti pulang dan pergi, dimana dua kata itu tidak sebatas berarti menuju suatu tempat, akan tetapi menuju pada muara kehidupan yang penuh penghayatan, sekaligus harus terus berjuang menghadapi kenyataan hidup, sepahit apapun itu.

Dwilogi novel yang mengisahkan biografi seorang pemuda bernama Bujang alias Babi Hutan alias Agam Samad. Novel pertama berjudul “Pulang” dan novel kedua berjudul “Pergi”. Dua hari belakangan aku membaca kembali dwilogi novel ini, menyelami lagi makna filosofis dari kata pulang dan kata pergi. Melalui kejadian-kejadian dan petuah-petuah dalam novel ini jiwa ku mengingat kembali bahwa hidup ini memang tidak hanya hitam-putih, kehidupan ini lebih dari itu. Kedua novel ini menggunakan sudut pandang aku, diceritakan dari sang tokoh utama, yang mana namanya lebih sering ditulis Bujang oleh sang penulis novel.

Novel pertama yang berjudul “Pulang” menggunakan alur maju-mundur dari satu bab ke bab selanjutnya, ada juga dalam satu bab memuat alur maju-mundur. Kisah dibuka dengan hilangnya rasa takut dari tokoh utama (Bujang), dari awal penceritaan digambarkan bahwa tokoh aku adalah tokoh yang tegas, berfikir kritis dan memiliki kehidupan keluarga yang rumit. Dia dibesarkan di desa pedalaman pulau Sumatra oleh orang tua yang sifatnya bertolak belakang, ibunya yang sangat menyayanginya dan bapaknya yang sangat kasar dan pemarah. Kemudian pada suatu hari di usianya yang kelima belas tahun, dia dijemput oleh Tauke Besar, yang mana Tauke Besar inilah yang mendidik tokoh aku menjadi seorang penerus tahtah puncak Keluarga Tong, salah satu penguasa Shadow Economy dunia.

Pada Novel pertama ini dikisahkan perjalanan tokoh aku mulai dari dia berumur lima belas tahun hingga berumur tiga puluh tahun. Dikisahkan betapa tokoh aku sangat haus akan ilmu dan ambisi untuk menjadi yang terbaik dalam menyelesaikan tugas dari Tauke Besar. Tauke Besar mendidik tokoh aku dengan sangat baik, mendatangkan guru-guru terbaik dan mengirimkannya ke universitas-universitas yang terbaik. Karena hasrat belajar yang dimiliki tokoh aku sangat besar, dia belajar dengan sangat giat dan penuh ambisi. Hingga akhirnya dia menjadi tangan kanan Tauke Besar, orang yang sudah dia anggap sebagai bapak angkatnya pun sebaliknya, Tauke Besar menganggap tokoh aku sebagai anak angkat tersayangnya.

Novel ini memang dibuka dengan pengakuan tokoh aku yang telah kehilangan rasa takutnya setelah menghadapi babi hutan raksasa, kemudian kisah mengalir dengan sangat apik dimana ambisi demi ambisi tokoh aku terpenuhi dan masalah-masalah besar mampu tokoh aku selesaikan dengan cepat, efisien hingga tuntas, akan tetapi dia tetap manusia yang memiliki pertahanan atas rasa takut. Lapisan pertama runtuh ketika ibunya meninggal persis setelah pesta kelulusannya sebagai sarjana, kemudian lapisan kedua runtuh ketika bapaknya meninggal persis setelah pesta kelulusannya dari Amerika dengan dua gelar master sekaligus. Dua lapisan pertahanan ini memang membuatnya kehilangan ambisi dan semangat hidup, akan tetapi itu hanya beberapa pekan saja, Tauke Besar dan Kopong setia menenmaninya dan membangkitkan semangat juangnya lagi dan lagi. 

Lapisan ketiga tokoh utama runtuh ketika Tauke Besar meninggal akibat pengkhianatan yang dilakukan oleh orang yang sudah dia anggap sebagai saudara kandungnya. Disinilah, ketika telah sempurna tiga lapisan (perisai) runtuh, hingga yang tersisa adalah rasa takut benar-benar menguasai seluruh jiwanya. Pertanyaan-pertanyaan mengenai kehidupan dan kegelisahan hati yang selama ini dia lawan sejadi-jadinya membuat fikirannya semakin kalut. Kemudian di titik terendah sekaligus titik balik, manakala tokoh aku mendapatkan pesan penyejuk hati dari Tuanku Imam, kemudian dia mengenang kembali pesan yang disampaikan Guru Bushi, maka banyak pertanyaannya perlahan menemukan jawaban, dia perlahan tahu definisi pulang.

Ini adalah beberapa cuplikan dari Novel “Pulang” :

“Mamak tahu kau akan jadi apa di kota sana... Mamak tahu... Tapi, apa pun yang akan kau lakukan di sana, berjanjilah Bujang, kau tidak akan makan daging babi atau daging anjing. Kau akan menjaga perutmu dari makanan haram dan kotor. Kau juga tidak akan menyentuh tuak dan segala minuman haram. Agar besok lusa, jika hitam seluruh hidupmu, hitam seluruh hatimu, kau tetap punya satu titik putih, dan semoga itu berguna. Memanggilmu pulang.” – Mamak 

Pistol hanyalah pistol. Benda ini mematikan, tapi itu semua tergantung pada pemegangnya. Aku tidak akan menembak Salonga, bahkan jika kemungkinan pelurunya keluar satu banding seribu. Aku tidak punya alasan baik untuk melakukannya – bahkan sekalipun Tauke Besar menyuruhku. Aku memilih hukuman dari Tauke daripada menembak Salonga.

Aku tahu sekarang, lebih banyak luka di hati bapakku dibanding di tubuhnya, lebih banyak tangis di hati mamakku dibanding di matanya.

“Lantas hari-hari melesat cepat. Siang beranjak datang dan kita tumbuh menjadi dewasa, besar. Mulai menemui pahit kehidupan. Maka, di salah satu hari itu, kita tiba-tiba tergugu sedih karena kegagalan atau kehilangan. Di salah satu hari berikutnya, kita tertikam sesak, tersungkur terluka, berharap hari segera berlalu. Hari-hari buruk mulai datang. Dan kita tidak pernah tahu kapan dia akan tiba mengetuk pintu. Kemarin kita masih tertawa, untuk besok lusa tergugu menangis. Kemarin kita masih berbahagia dengan banyak hal, untuk besok lusa terjatuh, dipukul telak oleh kehidupan. Hari-hari menyakitkan.” – Tuanku Imam

“Aku tahu,kau tetap penasaran tentang banyak hal, karena kau dibesarkan dengan rasionalitas. Tapi saat kau tiba pada titik itu, maka kau akan mengerti dengan sendirinya. Itu perjalanan yang tidak mudah, Bujang. Kau harus mengalahkan banyak hal. Bukan musuh-musuhmu, tapi diri sendiri, menaklukkan monster yang ada di dirimu. Sejatinya, dalam hidup ini kita tidak pernah berusaha mengalahkan orang lain, dan itu sama sekali tidak perlu. Kita cukup mengalahkan diri sendiri. Egoisme. Ketidakpedulian. Ambisi. Rasa takut. Pertanyaan. Keraguan. Sekali kau bisa menang dalam pertempuran itu, maka pertempuran lainnya akan mudah saja.” – Guru Bushi

Mamak, Bujang pulang hari ini. Tidak hanya pulang bersimpuh di pusaramu, tapi juga telah pulang kepada panggilan Tuhan. Sungguh sejauh apa pun kehidupan menyesatkan, segelap apa pun hitamnya jalan yang kutempuh, Tuhan selalu memanggil kami untuk pulang. Anakmu telah pulang.


Novel kedua berjudul “Pergi” secara keseluruhan novel kedua ini menggunakan alur maju, hanya ada beberapa bab yang mengisahkan masa lalu, tapi itu lewat tokoh utama yang mendapat cerita dari orang terdekatnya dan lewat tokoh utama yang membaca surat hasil restorasi. Kisah dibuka dengan perkelahian tokoh aku untuk merebut prototype teknologi anti serangan siber milik keluarga Tong. Dimana dia harus terbang ke Meksiko untuk merebut benda tersebut, kemudian mendapatkan perlawanan yang terduga dari seorang misterius bertopeng yang melawannya menggunakan gitar dan pada akhirnya mampu mengalahkan tokoh aku. Seseorang yang misterius menjadi pemantik rahasia masa lalu bapak tokoh aku, dimana dalam novel kedua ini tokoh aku telah menjadi Tauke Besar.

Pada novel kedua ini dikisahkan tokoh aku ketika menjadi seorang Tauke Besar Keluarga Tong, dimana dia menjadi tampuk kepemimpinan puncak. Tokoh aku berusaha membawa Kelurga Tong menjadi keluarga shadow economy yang lebih bermartabat. Akan tetapi tantangan baru bermunculan yaitu ketika hantu masa lalu itu datang, menimpulkan pertanyaan-pertanyaan baru yang menuntut jawaban. Kemudian peperangan dengan keluarga shadow economy lain (terutama dengan Master Dragon) yang menuntut peperangan hidup mati. Maka semakin banyak lah pertanyaan-pertanyaan baru dari tokoh aku, mengenai kemana dia akan membawa pergi kehidupannya.

Apabila novel pertama adalah tentang mengakui asal muasal dirinya dan pembelajaran menjadi yang terbaik, maka novel kedua adalah tentang mencari jati diri sejati dan ujian dari kehidupan nyata yang pelik. Rahasia masa lalu sekaligus hantu masa lalu itu adalah kemunculan saudara tiri tokoh utama, dimana tokoh utama tidak mengetahui perihal ini dari Tauke Besar, Kopong, Salonga bahkan Tuanku Imam karena mereka berfikir itu hanya masa lalu yang tidak perlu diungkit. Kemudian serangan bertubi-tubi dari Master Dragon yang mengharuskan tokoh aku harus  segera konsolidasi kekuatan serta harus terus menerus berfikir efisien bagaimana cara menjaga kestabilan bisnis keluarga Tong. 

Tokoh aku akhirnya menemukan surat dari saudara tirinya, surat yang menjelaskan banyak hal mengenai kisah bapaknya dan ibu tirinya. Kemudian tokoh aku mendapatkan dukungan penuh dari keluarga Yamaghuci dari Jepang serta Bratava dari Rusia untuk melawan Master Dragon. Selama perjalanan di novel kedua ini tokoh aku lebih banyak ditemani oleh guru menembaknya, Salonga, yang mana juga menjadi penasehatnya. Dengan segala ide brilian dan rencana yang matang dari tokoh aku, dukungan penuh dari aliansi yang dia bangun, jalan penyelesaian masalah dengan Master Dragon terbuka lebar. Akan tetapi semua itu justru semakin memperbanyak pertanyaan tokoh tentang kemana dia akan pergi setelah semua peperangan ini berakhir? Tokoh utama ingin memahami hakikat kehidupannya yang sebenarnya, dan ternyata hantu masa lalu adalah jawabannya, membuka jalan kemana dia harus pergi.

Ini adalah beberapa cuplikan dari Novel “Pergi” :

“Tapi begituah rumus kehidupan. Dalam perkara shalat ini, terlepas dari apakah seseorang itu pendusta, pembunuh, penjahat, dia tetap harus shalat, kewajiban itu tidak luntur. Maka semoga entah di shalat yang ke-berapa, dia akhirnya benar-benar berubah. Shalat itu berhasil mengubahnya.” – Tuanku Imam

“Aku sedang tidak mencari redemption atau atonementdengan pergi ke gereja, juga dengan aktivitas sosial, mengurus anak-anak gelandangan itu. Bujang, aku hanya memberikan mereka jalan, agar mereka juga menemukan alasan dalam kehidupan mereka. Seperti aku menemukan alasan dengan pistolku.” – Salonga

Aku mengusap wajahku, Salonga benar, Bapak memang bad boy, tapi dia bukan play boy. Dia tidak pernah berbohong, atau menipu wanita yang pernah spesial dalam hidupnya.

Tentu saja banyak yang kupikirkan sekarang ... Setiap hari selalu ada masalah dalam bisnis. Hilang satu muncul dua, tiga, Dokumen yang harus ku baca. Keputusan yang harus kubuat. Menjadi Tauke Besar membuatku seperti mesin. Aku mungkin tidak mengenali diriku lagi ... Apakah itu yang kuinginkan? Menjadi monster?

“... Tapi hatimu berbeda, Bujang. Keberanian yang kamu miliki. Tekad, keteguhan, itu amat berbeda dengan Tauke Besar dulu, pun berbeda dengan Otes, Hiro. Mereka menjadi kepala keluarga, melakukannya tanpa membiarkan sedikit pun pertanyaan muncul ... Kamu tidak, Bujang. Kamu selalu memiliki banyak pertanyaan. Bahkan saat menyaksikan Tauke Besar tewas, dikuburkan seoarang diri, jauh dari segala kemegahan hidup, kamu jelas seketika memiliki banyak pertanyaan. Apa sebenarnya tujuan hidup ini? Kemana akan pergi?” – Salonga 

Aku membenci hidupku di talang, tapi sejatinya, itulah momen terbaik hidupku. Saat Mamak menatapku dengan tatapan penuh kasih sayang. Saat Mamak memelukku erat-erat, menghiburku yang meangis karena baru saja dipukuli Bapak.

“Konsentrasi, Dik. Fokus. Hilangkan semua beban pikiranmu. Bersihkan satu demi satu helai rasa sesal. Aku akan mengajarimu. Pejamkan matamu. Rasakan udara di sekitar.” – Diego 

Mereka memang penjahat, Diego. Tapi dunia tidak sesederhana warna hitam-putih. Aku tidak sedang membela siapapun, tapi kita semua berkepentingan menjaga keseimbangan.

Thursday, December 5, 2019

Bentang Rindu

Senja di awal Desember
Dalam naungan keindahan senja suatu sore di awal Desember. Senja kali ini membawaku teringat akan janji diri, dimana dulu sering sekali aku mengikrarkan untuk terus berjuang apapun keadaannya, apapun halangannya. Sekarang, dalam suasana senja yang syahdu (sehabis hujan lebat tadi siang) aku melihat dan merasakan betapa indah senja yang disuguhkan Sang Maha Pencipta. Aku menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan, mencoba mengingat kembali segala asa pada masa lalu, asa yang dahulu aku canangkan pada diriku sendiri. Akan tetapi kini seakan diriku terbawa waktu yang membawaku semakin menjauh dari masa lalu, dan naasnya segala janji diri itu mulai memudar dari jiwaku.

Segala bahagia dan luka silih berganti, menyebabkan jiwa ini semakin tertempa, semakin faham bagaimana cara kerja kehidupan. Akan tetapi pada suatu luka yang cukup dalam aku sempat merasakan betapa sangat pedihnya mengikhlaskan sekaligus merasakan bias tipis rasa pesimis dan realistis. Sungguh, senja kali ini membuatku merindu akan semangat yang sempat terkubur rasa putus asa dan terkubur oleh rasa kehilangan. Akibat lain dari luka itu adalah aku sempat cukup lama bergulat dengan amarah pada diri sendiri, menyalahkan betapa diriku lemah dalam menghadapi masalah.

Akan tetapi Allah selalu memberikan jalan terbaik atas segala masalah, dimana perlahan banyak teman-teman yang menguatkan, penerimaan dalam keluarga dan kemudian mulai berdamai dengan diri sendiri. Sangat bersyukur ketika ada yang mengatakan padaku bahwa tidak apa-apa menangis, karena gagal setelah mencoba lebih baik dari pada rasa penasaran akibat tidak pernah mencoba. Betapa Allah sangat baik memberikan tenggat waktu untuk menyembuhkan diri, menyembuhkan hati dan kemudian perlahan mulai menapak lagi. Sungguh (melalui kegagalan), Allah sebenarnya memberikan kesempatan kita untuk memperbaiki diri, berintropeksi dan bisa belajar mengenali diri lebih dalam.

Sungguh, benar memang kata orang bijak, yang mana mengatakan bahwa kebahagian itu ada dari pengalaman nyata, tidaklah cukup hanya membaca atau mendengarkan cerita. Kini, setelah segala badai yang ada, kesiur angin hangat senja mulai menghangatkan jiwa. Lalu sebentar lagi dinginnya malam akan mendekap, hingga kemudian hangat sang fajar kembali memeluk kita, kemudian berulang kembali, lagi dan lagi hingga waktu akhir datang. Maka, segala hal yang terjadi dalam hidup inipun begitu, berpola, jatuh-bangun juga berpola dan itu semua punya maksud baik untuk pendewasaan diri dan memperkokoh rasa penerimaan. Kemudian setelah berbagai bahagia dan luka, kita memang tidak akan pernah lagi menjadi orang yang sama. Memang begitulah, perubahan adalah keniscayaan maka ketika kita sendiri berubah, jangan sampai menuntut orang lain terus menerus sama seperti yang kita kenal dahulu. 

Kini, selepas luka dan usaha untuk bangkit, aku dapati diri kembali merindu dan benar-benar merindu bara semangat seperti waktu itu. Semoga masih ada waktu yang tersisa untuk menggenapi asa, untuk memenuhi janji dan menuntaskan tugas. Meski dengan sedikit perubahan disana-sini sungguh tidak apa-apa, karena melalui waktu yang diberikan oleh Allah, waktu yang dihabiskan karena Allah, semoga rindu ini akan tertambat pada tempat yang terbaik, akan berakhir dengan kedamaian yang abadi.  

Berdo'a kepada Allah Melalui Kanjeng Nabi Muhammad SAW

 Oleh : KH Syaifuddin Zuhri Tempat : Masjid Al-Azhar Turen Usaha kita yang pendosa ini adalah berusaha dan berdo'a, meminta wasilah kubr...