Sunday, February 24, 2019

BELAJAR ISTIQOMAH


Keberanian dalam melangkah membuat kita menjadi selangkah lebih maju dari pada orang lain. Nah setelah berani lalu meng-eksekusi apa yang menjadi mimpi kita, mudahkan? Nyataya tidak semudah itu menjalani hari demi hari yang ada. Galau, lelah dan badmood terlalu sering mewarnai diri kita dan pada akhirnya kita mengendap dalam kemalasan. Semacam kegundahan yang selalu datang lalu pergi ketika keberanian muncul lagi, sekarang mari kita cari tahu bagaimana mengimbangi keberanian dengan rasa galau yang bisa menyergap sewaktu-waktu.
Pertama kita bicara mengenai bahagia, satu kata yang banyak penafsirannya dan memiliki makna bergantung kepada siapa kita bertanya tentang apa itu bahagia. Bagi orang yang ingin dunia, bahagia dia adalah ketika ditangannya telah tergenggam harta yang sangatlah banyak dan selalu ingin menambah harta itu lagi dan lagi. Bagi orang yang beragama, bahagia adalah ketika kebijaksanaan stabil, dekat dengan Tuhan dan bisa beribadah dengan nyaman. Tapi, bagaimanapun juga bahagia sejati sulit didapat oleh kita yang belum mampu memaknai hakekat hidup ini. Penulis ingin mengutip kata-kata Buya Hamka yaitu.[1] :
Maka adalah kebahagiaan yang kita cari itu terlalu tinggi. Kita semuanya hanya mengumpulkan pendapat orang lain, karena demikianlah kita ini di dalam hidup. Kadang-kadang pendapat mereka itu belum pernah dirasakannya, hanya diangan-angannya saja. Begitulah agaknya. Kadang-kadang telah dirasakannya, tetapi tak sanggup dia melukiskan dengan puas, karena tidak mudah lagi manusia itu menerangkan segala kelezatan yang dirasakannya.
Dari pesan tadi penulis mengartikan bahwa tidak mudah menjadi seseorang yang bahagia, mana kala banyak standarisasi yang kita tetapkan secara tidak sadar. Justru ketika kita mencoba melepaskan segala belenggu standarisasi kebahagiaan itulah nantinya kita akan merasa bahagia. Jangan menghindari kekurangan baru merasa bahagia, tapi nikmatilah dan mulailah renungkan kekurangan yang kita miliki untuk membuat kita bahagia. Contohnya kita badmood karena kemalasan kita, kemalasan yang berujung menumpuknya tugas dan mengganjalnya urusan yang seharusnya bisa diselesaikan beberapa waktu yang lalu. Maka mari mencoba menepi dari rasa sesal dan mulai merenungkan bahwa kemalasan harus kita lawan perlahan, susun rencana dan satu hal awal yang menanggulangi kemalasan. Dengan cara itulah sebenarnya kita menyelesaikan satu masalah kekurangan kita dan layaknya kita bahagia karena mampu mengenali diri kita sendiri.
Pendapat orang lain tentang kebahagiaan perlulah kita dengar atau kita baca untuk pengetahuan dan tambahan wawasan kita. Agar pengalaman mereka untuk bahagia dan mengatasi masalah bisa menjadi referensi dan pengingat untuk kita. Karena seperti Ayu Utami dalam novelnya yang menyebutkan bahwa berbahagialah mereka yang percaya tanpa harus melihat.[2]. Belajar dari kesalah orang lain, dari kisah sedih orang lain menjadikan diri kita terpacu untuk lebih berhati-hati dan menjadikan diri ini lebih mawas diri. Ketakutan yang timbul dari kisah orang lain juga perlu dicermati dari mana ketakutan itu muncul, apa pemicunya dan cobalah memahami keadaan disekitar mu apakah ketakutan itu layak menghalangi langkah mu atau tidak.
Kadang-kadang kita merasakan hal yang indah, kadang pula sulit untuk kita memaknai keindahan apa yang ada dalam diri ini. Istiqomah sebenarnya menjadi kunci penting untuk keberanian dan kebahagiaan kita di dunia ini. Istiqomah melakukan hal baik dan istiqomah dalam memulai melanggengkan kebiasaan yang terpuji. Melakukan dengan segera, tidak menunda-nunda pekerjaan dan menyelesaikan apa yang kita mulai agar target dapat dipenuhi dengan maksimal. Untuk mencapai itu semua, butuh ketekunan, butuh disiplin dan yang paling penting adalah istiqomah. Seperti kata Mario Teguh berikut ini.[3] :
Marilah kita lebih sibuk untuk bertindak, daripada sibuk memikirkan kegagalan. Janganlah hidup untuk menunda, hiduplah untuk bertindak.
Marilah istiqomah, yaitu melakukan hal-hal dengan terus menerus dan perlahan tapi pasti. Melakukannya setiap hari, memiliki ritme yang stabil dan ingin terus menerus melanggengkannya hingga ketika kita tidak melakukan ada rasa bersalah yang menuntut kita menggantinya di lain waktu. Bukan kah begitu makna dari kata yang disebut-sebut dari tadi yaitu “Istiqomah”?
Mari kita baca pesan yang dituliskan Imam Qori’ yaitu.[4] :
Bagi yang terlanjur mengatakan SULIT, ingatlah bahwa ajal ada saatnya. Kesulitan bukan berarti kita sikapi dengan putus asa. Pastikan kita bisa mengenal diri dengan lebih baik, mengenal kemampuan lebih maksimal. Jangan melakukan sesuatu tanpa ilmu, tanpa tahu kebenaran, karena bisa jadi bumerang. Tidak usah memaksakan diri agar kelihatan  lebih dari kenyataan yang sebenarnya. Di dunia ini tidak ada kata SULIT yang ada hanya kata MALAS.”
Marilah sejenak kita perhatikan bahwa nyatanya mengubah diri menjadi seseorang yang lebih baik itu berbahaya jika kita lakukan secara instan. Mencoba mengubah diri secara mendadak untuk kepentingan sesaat justru mencederai diri kita sendiri, melukai jati diri kita. Maka dari itu untuk berubah menjadi lebih baik kita harus melalui proses yang bernama istiqomah. Dengan istiqomah, diri kita belajar menyesuaikan dan belajar memantaskan menjadi baik di setiap langkah. Meski tertatih itu tidaklah salah, karena nanti akan ada saatnya diri kita menjadi lebih baik dan akan terselip bahagia karena telah berani melalui proses yang panjang. Berawal dari kata KEBERANIAN yang nantinya membuat kita ISTIQOMAH dan menjadi seseorang yang BERMANFAAT.
Jaga selalu diri kita, kesehatan jiwa kita, kesehatan rohani kita dan kesehatan raga kita. Bersihkanlah diri kita dari penyakit hati dan penyakit membenci diri sendiri. Menjaga, membersihkan dan mengobati apa yang telah terluka. Secara istiqomah mencoba hal baru yang lebih bermanfaat sekaligus perlahan meninggalkan apa yang membuat kita malas dan terluka. Mari kita baca pesan dari Hasan Basri yang dikutip oleh Buya Hamka, yaitu[5]  :
Pimpinlah dan kendalikanlah jiwa dengan baik, karena amat liarnya, dan beri ingatlah, karena dia lekas lupa.


[1] HAMKA.2018.Tasawuf Modern.Jakarta:Republika
[2] Utami, Ayu.2008.Bilangan Fu.Jakarta:KPG
[3] Qori, Imam.2015.Dibalik Rahasia Menghafal Al-Qur’an.Jombang:Mafaza Media
[4] Qori, Imam.2015.Dibalik Rahasia Menghafal Al-Qur’an.Jombang:Mafaza Media
[5] HAMKA.2018.Tasawuf Modern.Jakarta:Republika

No comments:

Post a Comment

Berdo'a kepada Allah Melalui Kanjeng Nabi Muhammad SAW

 Oleh : KH Syaifuddin Zuhri Tempat : Masjid Al-Azhar Turen Usaha kita yang pendosa ini adalah berusaha dan berdo'a, meminta wasilah kubr...