Saturday, January 25, 2020

Bukan Sekedar Kisah Biasa

Cover depan novel
Judul : Orang-Orang Biasa
Penulis : Andrea Hirata
Editor: Dhewiberta Hardjono
Tahun : Cetakan pertama, Februari 2019
Penerbit : Bentang
ISBN : 978-602-291-524-9

Kesan pertama :
Novel ini telah mengisahkan (melalui serangkaian permainan sastra yang indah) mengenai hal-hal biasa dalam keseharian masyarakat, lalu penulis menggiring pembaca menuju suatu rangkaian kejadian yang spesial, luar biasa dan epik. Kisah yang menyadarkan diri bahwa keterbatasan bukan alasan untuk menyerah pada takdir yang pahit.

Novel Orang-Orang Biasa ini berlatar di kota Belantik, sebuah kota yang naif. Selama ini kota Belantik selalu tentram dan aman tanpa ada kasus pencurian yang berarti. Karena itu, hanya ada dua polisi yang ditugaskan untuk menjaga kota ini, yaitu Inspektur Abdul Rojali dan sersan P. Abri. Kota Belantik dihuni oleh orang-orang biasa yang perekonomiannya lemah, kalaupun ada orang yang kaya itu hanya sedikit, tapi tidak ada orang yang tidak kaya dan tidak miskin. Meskipun ada SMA di kota Belantik ini, akan tetapi masih banyak remaja yang bodoh, putus sekolah dan lebih memilih mewarisi usaha orang tua mereka yang tidak terlalu menghasilkan uang.

Orang-orang biasa yang menjadi  tokoh dalam novel ini adalah sepuluh gerombolan yang waktu SMA mereka ada di jejerann bangku belakang. Mereka adalah Debut, Handai, Dinah, Honorun, Tohirin, Sobri, Rusip, Nihe, Junilah dan Salud. Hanya Honorun dan Rusip yang tamat SMA, sedangkan yang lainnya mengundurkan diri dari SMA. Mereka mengundurkan diri kebanyakan akibat ketidak mampuan memenuhi nilai minimum yang ditetapkan (karena saking bodohnya mereka). Tapi untuk Salud, dia tidak kuat karena terlalu sering memperoleh perundungan dan Debut mengundurkan diri akibat sikap idealismenya yang berlebihan.

Waktu berlalu, kesepuluh kawan ini menjalani hidup mereka masing-masing, ada yang menikah dan memiliki banyak anak, ada yang masih membujang. Tetapi tetap saja mereka semua tetap miskin sekeras apapun mereka bekerja. Berbeda takdirnya dengan gengster yang dulu merundung mereka, yaitu Boron, Bandar, Bastarid, Jamin dan Tarib, mereka bermandikan uang dan dielu-elukan oleh kejayaaan.

Kisah mulai bergulir serius manakala menyangkut Aini, anak sulung Dinah yang harus bekerja keras untuk belajar tentunya dengan keterbatasan yang sangat memprihatinkan. Berlatar kekecewaannya terhadap kematian ayahnya akibat fasilitas kesehatan yang sangat terbatas di kota Belantik, Aini bertekad untuk bisa menjadi dokter. Ketika lulus SMA dan mencoba mendaftar ke fakultas kedokteran, Aini diterima di salah satu Universitas Negeri di Bengkulu, di fakultas kedokteran. Betapa senang sang ibu, tetapi masalah besar muncul akibat tidak adanya uang 80 juta untuk melakukan regristasi. Dinah telah mengusahakan ke segala pihak untuk mendapat keringanan, hasilnya nihil, akhirnya Dinah meminta tolong kepada teman-teman SMAnya dulu, gerombolan bangku belakang.

Debut sebagai ketua gerombolan sangat prihatin dengan apa yang dialami Dinah, akhirnya Debut mengumpulkan seluruh teman-temannya (gerombolan bangku belakang) untuk ikut membantu Dinah. Mereka segera bertemu untuk rapat, dan akhirnya mereka bertekad untuk meminjam uang di bank dengan cara merampok bank itu. Terhitung puluhan kali rapat, akhirnya pada saat pawai Agustusan para perampok melancarkan aksinya. Akan tetapi perampok yang tidak memiliki catatan tindakan kriminal, bodoh dan lugu mengalami kegagalan dalam aksi perampokan bank tersebut. Kemudian ada kejutan epik dari sang ketua gerombolan (Debut), yaitu akhirnya mereka merampok toko Batu Mulia. Mereka sukses merampok toko Batu Mulia, dan mereka sukses kabur dari kejaran keamanan toko.

Akan tetapi, meskipun mereka berhasil mendapatkan banyak uang, Dinah menolak serupiahpun hasil perampokan tersebut, anggota gerombolan yang lainpun begitu. Bagi mereka, berhasil merampok dengan segala keterbatasan dan kedunguan mereka adalah satu hal yang sangat hebat. Tapi untuk mengambil uang haram itu, mereka sama sekali tidak mau, mereka lebih memilih bekerja keras membanting tulang lagi agar mendapatkan uang yang halal. Maka akhirnya singkat cerita Debut menyerahkan uang tersebut kepada kepolisisan (tentu dengan cara yang epik dan tidak terduga). Disisi lain, perampokan bank yang gagal tetap menjadi misteri besar bagi Inspektur Abdul Rojali.


Maaf apabila tulisan ini spoiler, akan tetapi tulisan ini bukan apa-apanya jika kalian langsung membaca novel Orang-Orang Biasa ini. Sebab penggambaran karakter yang sangat kuat, cerdas dan berlapis. Membaca novel ini membuat kita terpingkal-pingkal akibat aksi konyol sang tokoh, kemudian penulis segera membawa ke suasana serius antara hidup dan mati. Kemudian novel ini sekali lagi mengajarkan kita arti kehidupan yang pelik, kehidupan yang harus diperjuangkan betapapun mengenaskan takdir yang kita hadapi.

(Novel ini menemani perjalanan saya dia atas kereta api dari Malang ke Surabaya dan dari Surabaya ke Semarang lalu ketika pulang dari Semarang ke Surabaya. Maka benar adanya bahwa teman terasyik dalam perjalanan salah satunya adalah dengan membaca buku.)


Beberapa kutipan dalam Novel ini :

Barang siapa yang berani meawan kesepian, akan menang bertempur melawan kesedihan.

“Kita belum merdeka dalam pendidikan! Kita sekolah sekolah masih macam orang terjajah!” kata Debut

“Kami akan lebih merasa bersalah jika anakmu yang cerdas itu tidak kuliah, Dinah!” kata Junilah

“Tangkap! Tangkaplah orang misikin yang berjuang agar anaknya bisa sekolah! Kita ini bukan merampok, Dinah! Kita ini melawan ketidak adilan! Tengoklah banyaknya orang kaya! Tengoklah langkahnya anak-anak orang miskin yang jadi dokter! Mendaftar ke fakultas itu saja mereka tak berani! Padahal, kecerdasan mereka siap diadu! Ilmu hendaknya hanya tunduk pada kecerdasan, bukan pada kekayaan! Para pemimpin, birokrat, polisi, sibuk dengan periuk belaga mereka sendiri! Tanpa merampok bank itu, sampai kiamat kau takkan bisa menyekolahkan anakmu di Fakultas Kedokteran!” Tak pernah mereka melihat Debut Awaludin semuntab itu.

“PAM MARAH, KITA TAK MANDI! PLN MARAH, LAMPU GELAP! INILAH SAAT YANG DINANTI-NANTI! PERAMPOK DATANG, SEMUA TIARAAAP!!!” teriak Sobri

Dulu Rusip pernah bilang bahwa 99% perampokan itu akan berhasil, dia lupa, ada pekerjaan yang tak boleh menyisakan ruang sedikitpun, meski hanya 1%, untuk eror.

“Ragu lebih berbahaya dari bodoh,” kata Handai

“Maaf, Kawan, uang korupsi, uang haram, sesen pun aku tak mau menyekolahkan anakku dengan uang ini.” kata Dinah

No comments:

Post a Comment

Berdo'a kepada Allah Melalui Kanjeng Nabi Muhammad SAW

 Oleh : KH Syaifuddin Zuhri Tempat : Masjid Al-Azhar Turen Usaha kita yang pendosa ini adalah berusaha dan berdo'a, meminta wasilah kubr...