Menjadi kaya, memiliki ilmu yang luas, menempati jabatan yang tinggi itu penting, karena itu menjadi sarana hidup kita, namun bukan sebagai tujuan utama hidup kita.
Ngaji Kitab Al-Minahus Saniyyah
Ditulis oleh Syekh Sayyid ‘Abd al-Wahab asy- Sya’rani
Ngaji bersama Ustadz Khudori Soleh, PP Al-Azkiya’
3 Ramadhan 1441 H
Setelah taubat, penting bagi kita untuk berperilaku zuhud, yaitu menjaga hati kita dari pengaruh duniawi. Kenapa kita harus zuhud? Karena hal-hal yang berkaitan dengan duniawi rawan menumbuhkan sifat munafik pada hati kita, yang kemudian akan membuat ibadah kita tidak tulus kepada Allah. Pada sebuah hadist Rasul bersabda yang artinya “Andaikan kita beribadah tapi hati kita belum sepenuhnya tulus kepada Allah, masih ada duniawi dalam hatinya, maka nanti di hari akhir amalannya (yang bukan tulus karena Allah) akan diumumkan hingga dia sangat malu, sampai kulit wajahnya mengelupas.”
Kita harus bekerja, boleh saja kita mengumpulkan harta dan membeli barang-barang mewah. Akan tetapi kita harus menggunakan harta kita untuk apa yang kita butuhkan dan bisa memberikan manfaat yang baik untuk kita. Bila kita membeli barang-barang melebihi kebutuhan kita, hanya membeli atas dasar keinginan kta maka nantinya hati kita akan cenderung kepada duniawi. Seperti membeli HP, ketika HP seharga dua jutaan telah bisa memenuhi kebutuhan kita, maka tidaklah perlu kita membeli HP seharga lima juta keatas. Riset menunjukkan bahwa banyak diantara masyarakat modern yang membeli barang elektronik dengan harga tinggi namun hanya sedikit yang memanfaatkannya dengan maksimal.
Bila kita memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan (memberi nafkah) keluarga dan mengharuskan kita untuk sibuk bekerja maka boleh hukumnya. Akan tetapi kita harus ekstra hati-hati dengan kesibukan yang kita jalani, jangan sampai kesibukan dalam bekerja membuat kita terlena dalam beribadah kepada Allah. Karena sering kali terjadi peristiwa dimana orang yang terlalu disibukkan dengan urusan duniawi hati ikut tertuju pada ambisi duniawi dan perlahan melupakan Allah.
Menjadi kaya, memiliki ilmu yang luas, memiliki jabatan yang tinggi itu penting akan tetapi bukan sebagai tujuan utama hidup ini. Semua kekayaan itu untuk sarana hidup kita dalam beribadah, maka ingat bahwa dunia itu ladang akhirat. Ingatlah, bahwa ketika kita melakukan sesuatu dengan fokus maka akan banyak yang kita peroleh. Begitupun ketika kita beribadah, ketika kita sholat, bila kita melakukannya dengan khusyu’ maka sholat yang kita dirikan akan memberikan kita dampak yang sangat luar biasa kepada kehidupan kita.
Seseorang belum dikatakan dekat kepada Allah jika hatinya belum tulus mencintai Allah. Orang belum dikatakan mencintai Allah bila dia belum memfokuskan hatinya kepada Allah. Sesungguhnya Allah tidak membuat dua hati dalam diri seseorang, Allah hanya menaruh satu hati dalam satu raga. Hati seseorang tidak bisa mendua, bila dia mencintai sesuatu lebih dari dia mencintai Allah maka akan sulit untuknya beribadah tulus kepada Allah.
Jikalau kita ingin melihat Allah mencintai kita atau tidak, lihatlah diri kita, sudahkah kita mencintai Allah. Banyak sedikitnya cinta kita pada Allah mempengaruhi seberapa besar cinta Allah kepada kita. Maka penting bagi kita untuk berperilaku zuhud, letakkan dunia di tangan kita bukan di hati kita. Sekali lagi, zuhud adalah persoalan hati, yaitu hati yang terjaga dari sesuatu yang bersifat duniawi. Zuhud bukan berarti tidak memiliki harta, karena orang miskin belum tentu dia berperilaku zuhud, dan yang kaya bukan berarti tidak zuhud. Kaya tidak apa-apa, memiliki harta benda yang berlimpah tidak masalah, yang penting kita selalu bersyukur, bisa beribadah dengan nyaman dan tidak berambisi lebih.
Bila kita mengikuti tariqat, ketahuilah bahwa dasar tariqat yang pertama adalah taubat dan dasar yang kedua adalah zuhud. Bila dalam menjalankan tariqat hati kita masih mencintai duniawi maka tariqat yang kita lakukan hanya sekedar dzikir, tariqat tersebut tidak akan meningkatkan taraf spiritualitas kita. Sama halnya dengan kuliah, kalau kita masih disibukkan dengan hal-hal lain dan tidak memfokuskan diri untuk belajar maka kuliah kita tidak akan selesai-selesai.
Syekh Abdul Qodir al-Jaelani berpesan kepada kita bahwa “Selama hati seseorang masih ada syahwat duniawi (termasuk melakukan hal-hal baik hanya untuk citra diri) maka berarti hatinya belum fokus mencintai Allah, dia masih cenderung menuruti atau membela nafsunya.”
Marilah belajar menata hati, menata diri hingga apa yang kita lakukan, apa yang kita ucapkan tulus untuk meraih ridho Allah SWT.