Sampul depan buku |
Judul : Si Anak Cahaya
Penulis : Tere Liye
Co-author : Sarippudin
Editor : Ahmad Rivai
Tahun : Cetakan ke 2, Maret 2019
Penerbit : Republika
ISBN : 978-602-5734-54-0
Fisik : 421 hlm; 21 cm
Anak adalah cerminan dari sebuah keluarga. Kalimat itu benar sekali, dalam novel ini Tere Liye mengisahkan tentang Nurmas, seorang anak perempuan yang hidup dalam keluarga dengan pemahaman hidup yang kokoh. Nurmas, panggilannya Nung, anak dari ibu Qaf dan pak Yahid, dia memiliki seorang adik bernama Unus. Bersama teman-teman terbaiknya (Jamilah, Siti, Rukayah) Nung menjalani masa kecilnya yang bahagia dan ceria. Bersekolah dan mengaji dari guru-guru terbaik, yaitu Pak Zen dan Kakek Berahim. Aku akan mencoba menceritakan beberapa kisah yang aku suka dari novel ini. Tambahan, latar waktu cerita ini adalah ketika usia Republik Indonesia masih belia.
Cerita dimulai dengan tentara yang melakukan seleksi keanggotaan baru ke desa-desa pelosok, salah satunya ke desa Nung. Nung adalah anak yang cerdas dan mudah bergaul dengan siapa saja, termasuk pada Letnan Harris. Nung bertanya pada Letnan Harris, apakah mungkin seorang perempuan menjadi pahlawan, dan beliau sangat mengiyakan, karena banyak sekali pahlawan perempuan Indonesia yang mengangkat senjata untuk memperjuangkan kemerdekaan. Letnan Harris juga memuji nama Nung, dia berkata “Nama kau Nurmas, itu nama yang indah sekali Nur itu cahaya, mas atau emas itu logam mulia yang berharga. Aku harap, suatu saat cahaya dan kemuliaan kau akan menyatu, berkilau.”
Kemudian cerita mengenai Nurmas dan Datuk Sunyan, perlu diketahui Nurmas dan keluarganya sangat taat beragama. Ketika bapaknya sakit dan Datuk Sunyan hendak mengobati bapaknya, ibu Qaf dan Nung segera menghadang. Untung saja ketika itu ada dokter tentara yang dibawa Nung untuk membantu mengobati bapaknya, pak Yahid pun sembuh selepas meminum obat dari dokter. Perihal jimat ini berlanjut ketika banyak sekali orang tua yang menyuruh anaknya memakai jimat untuk menolak balak, hal ini membuat cemas kakek Berahim karena anak-anak bahkan membawa jimat ketika mereka mengaji. Kakek Berahimpun memarahi dan menasehati mereka “Buat apa kalian mengaji kalau masih menduakan Tuhan? Kalian pikir semua bumbu dapur itu bisa melindungi kalian dari marabahaya? Kecuali marabahanya kelaparan, itu mungkin masuk akal bisa diatasi bumbu dapur. Sekarang mari kita baca Surah Al-Ikhlas. Lantangkan dengan lisan, pahami dengan otak, maknai dengan hati.”
Masalah kembali muncul ketika Jamilah tetap saja membawa jimat kesekolah dan ini membuat resah Nung dan kawan-kawan yang lain. Akhirnya Nung mengambil jimat itu diam-diam, tapi suatu hari Jamilah mengetahuinya dan membuat hubungan persahabatan mereka merenggang. Akan tetapi bukan Tere Liye namanya kalau tidak bisa mengarahkan kisah persahabatan itu dengan bijak dan apik. Dalam masalah jimat ini, ada kalimat kesimpulan yang dikatakan oleh dokter Van Arken, yaitu “Aku tidak tahu apa maksud jimat ini, Nak. Yang aku tahu persis, bila dua teman sedang marahan, salah paham, jika besok lusa mereka berbaikan, mereka akan menjadi semakin dekat dan saling memahami. Itu selalu spesial. Selalu menyenangkan melihat persahabatan sejati.”
Bab berjudul Harga Sebuah Pilihan adalah salah satu bab yang menarik perhatianku, manakala pak Yahid menceritakan kepada Nung, masa mudanya yang bisa dibilang sedikit kelam. Waktu itu, masih zaman kolonial Belanda dan Yahid muda mengikuti PKI, membuatnya menafikkan agama dan marah terhadap bapaknya sendiri yang merupakan seorang imam masjid. Yahid memutuskan keluar dari kampungnya dan dia mengabdikan dirinya hingga menjadi kamerad terhebat. Suatu malam dia dan kameradnya yang lain menyerbu perkumpulan “sok alim”, akan tetapi serdadu Belanda mengetahui kegaduhan itu. Belanda menyerang, Yahid tertembak dan ditinggalkan teman-temannya. Yahid ditolong oleh perkumpulan “sok alim” itu (salah satunya adalah Qaf), setelah sembuh Yahid kembali ke markasnya. Namun dia justru mendapatkan hinaan dari Dalukas dan kamerad yang lain dan disaat yang hampir bersamaan markasnya diserbu Belanda, anak Dalukas tertembak dan Yahid kabur dari hingar bingar itu. Cerita berlanjut ketika Yahid ditangkap Belanda dan akhirnya diasingkan selama tiga tahun, dimasa pengasingan inilah Yahid mengalami titik balik dalam hidupnya. Yahid diasingkan bersama Kyai, di tahun ketiga akhirnya Yahid mau membuka hatinya untuk bertaubat kepada Allah. Ketika Yahid bertanya masihkan ada ampunan untuknya, sang Kyai dengan bijak menjawab “Ampunan Tuhan seluas langit dan bumi ini, Nak. Selalu ada ampunan bagi orang-orang yang kembali.”
Dalam bab Harga Sebuah Pilihan, aku juga suka bagian ini, ketika Nung bertanya mengapa Dalukas bisa sejahat itu, memengaruhi teman-temannya bahwa Tuhan tidak ada. Dan Pak Yahid menjawab :
“Itulah pentingnya kita selalu mau saling mengingatkan, saling menasehati, Nung. Sekali kita merasa paling benar, lantas menuduh orang lain bodoh, maka perlahan kita bisa berada di titik yang sangat berlebihan. Kita mulai memaksakan kehendak, mulai melakukan kekerasan. Itulah yang terjadi pada Dulikas dan Bapak awal-awalnya. Buku-buku yang kita baca, orang-orang yang kita dengarkan, perkumpulan yang kita ikuti, akan membentuk perangai kita hingga tega melakukan apapun.”
Kisah menakjubkan selanjutnya dari Nung dan teman-temannya adalah ketika mendapatkan tugas matematika tentang pentingnya angka. Nung memilih permasalahan menganai data panen beras yang buruk serta bagaimana dampak untuk kedepannya. Dalam menjelaskan alasannya, Nung berkata “ Angka bisa digunakan untuk menghitung secara tepat berapa hasil panen padi seluruh kampung tahun ini. Angka juga bisa digunakan untuk menghitung secara tepat berapa jumlah kebutuhan penduduk kampung setahun kedepan hingga panen berikutnya. Setelah dua angka ini diperoleh, kemudian dibandingkan, kita bisa mengetahui secara persis seberapa serius kekurangan beras setahun kedepan. Angka-angka ini akan menujukkannya.”. Karena usulan inilah Pak Zen meberikan tugas bagi seluruh murid kelas enam untuk mendata seluruh persediaan beras yang dimiliki warga kampung.
Setelah menghadapi segala kesulitan dalam mendata beras, Nung dan kawan-kawannya berhasil mengumpulkan data itu. Kemudian Pak Zen memutuskan untuk mengolah kelanjutan data ini dan benar, buruknya hasil panen berdampak paceklik. Akhirnya warga kampung melakukan musyawarah untuk menanggulangi paceklik yang akan segera terjadi. Nung yang juga mengikuti rapat kampung, ketika pulang dia masih merasa khawatir dan bapaknya menenangkannya dengan berkata “Selalu ada jalan keluar, Nung, sepanjang kita terus tekun berusaha. Dan lihatlah, malam ini kita berkumpul bersama, memutuskan banyak hal, itu karena ada yang telah tekun berusaha lebih dulu. Itu kau Nung yang memulainya, dengan berkeliling kampung bersama teman-teman terbaik, menghitung jumlah persediaan beras penduduk. Bapak bangga sekali.”
Ada banyak lagi kisah menakjubkan dari Nurmas ini, bacalah bukunya, nikmati alur yang disediakan. Menikmati novel ini membuat kita merasa alam Indonesia ini begitu kaya, dan membuat kita lebih percaya bahwa akhlak baik itu nyata adanya bila lingkungan sekelilingnya menghendaki untuk mendidik anaknya agar berakhlak mulia. Seperti yang dituliskan di bagian sampul buku (yang aku sangat setuju), serial buku ini adalah mahkota dari puluhan karya Tere Liye.
No comments:
Post a Comment