Funiculi Funicula (Before the Coffee Gets Cold)
– Toshikazu Kawaguchi
Kafe kecil di Tokyo bernama Funiculi Funicula
milik Nagare Tokita terkenal karena bisa mengantarkan pelanggannya melintasi
waktu. Namun, banyak pelanggan yang menyerah karena peraturan yang dibuat
sangat rumit. Pertama, orang yang bisa kamu temui adalah yang pernah berkunjung
ke kafe. Kedua, semua yang kamu lakukan tidak akan mengubah masa kini, apapun
alasannya. Ketiga, untuk kembali ke masa lalu, kamu harus duduk di sebuah kursi
tertentu. Jika kursi tersebut masih ditempati, maka kamu harus menunggu sampai
kursi itu kosong. Keempat, kamu tidak bisa pergi dari kursi itu saat menjelajah
waktu. Terakhir, perjalanan mu dimulai saat kopi dituangkan dan harus berakhir
saat kopi telah dingin.
Orang yang menuangkan kopi (yang akan
mengantarkan mu ke masa lalu) beranama Kazu Tokita, hanya dia yang bisa
melakukan ritual tersebut. Seorang wanita bergaun putih yang selalu duduk di
kursi adalah hantu, dan bila kamu memaksanya pindah dari kursi kamu akan
terkena kutukan. Terdapat tiga jam di dalam kafe, tapi hanya ada satu yang
menunjukkan waktu yang sebenarnya. Interior kafe berisi benda-benda antik, tidak
ada jendela di dalamnya, sehingga suasana kafe akan tetap sama entah itu siang
atau malam hari.
1.
Kekasih
Kisah pertama adalah perpisahan
sepasang kekasih di kafe itu. Fumiko ditinggalkan oleh kekasihnya Goro untuk
pergi ke Amerika demi meraih impiannya. Satu pekan berlalu dan Fumiko yang patah
hati meminta dengan sangat untuk dikembalikan ke masa lalu, disaat Goro
memutuskan hubungan mereka.
2.
Suami – Istri
Kisah kedua adalah sepsang suami
istri, dimana sang suami Fusagi menderita Alzheimer, yang bahkan membuatnya
melupakan sang istri Kotake. Fusagi adalah pelanggan kafe yang menanti giliran
untuk kembali ke masa lalu guna menyerahkan sepucuk surat kepada Kotake. Suatu malam
Kotake secara tidak sengaja mendapati wanita bergaun putih itu bangkit dari tempat
duduknya. Kotake kemudian melakukan perjalanan ke masa lalu untuk menemui
Fusagi dan meminta surat yang seharusnya sejak lama sudah dia terima.
3.
Kakak – Adik
Kisah ketiga adalah kisah kakak
(Hirai) dan adik (Kumi). Hirai memutuskan keluar dari keluarganya sejak umur 18
tahun untuk hidup bebas mengejar impiannya di Tokyo. Sedangkan Kumi terpaksa
harus menjadi manager penginapan keluarga di Sendai, Prefektur Miyagi. Kumi
yang pantang menyerah terus mengunjungi Hirai untuk berkenan pulang. Tragisnya,
Kumi mengalami kecelakaan mobil saat pulang dari Tokyo. Hirai yang bersedih
dengan segenap jiwanya, mencoba pergi ke masa lalu untuk bertemu mendiang sang
adik.
4.
Ibu dan Anak
Kisah terakhir adalah kisah Kei, istri Nagare
yang sedang hamil dengan sangat kesakitan akibat penyakit jantung yang
dideritanya sejak kecil. Kei yang ingin terus mempertahankan kehamilannya
mengkhawatirkan sang bayi yang mungkin saja akan tumbuh besar tanpa kasih saying
Kei. Untuk menguatkan tekadnya mengandung sang buah hati, Kei meminta
diantarkan ke masa depan, masa dimana sang anak telah hadir di dunia.
Penulis menuangkan kisah keseharian yang
menarik dalam karyanya. Dimana para tokoh memiliki latar belakang yang beragam,
namun kisahnya meresap dalam sanubari banyak orang. Berkaitan dengan
penyesalan, kesedihan, ketakutan dalam menerima kenyataan sampai harapan yang
rela digenggam untuk melanjutkan hidup. Dalam seluruh kisahnya, para tokoh
telah merelakan segala ekspektasi yang mereka miliki, mereka rela mematuhi
peraturan rumit hanya untuk bertemu orang yang mereka cintai. Meskipun kenyataan
tiada yang berubah, namun dengan melintasi waktu mereka mendapatkan kekuatan
baru.
Kafe Funiculi Funicula memberikan kesempatan
untuk menjelajah waktu, tidak untuk mengubah keadaan. Kesempatan
itu digunakan untuk mengubah pemikiran sang penjelajah. Life goes on, yang pergi
tetap tidak bisa tinggal, namun yang tinggal harus berjuang sampai akhir.
Sebuah kutipan dari novel ini :
“Pada akhirnya, kenyataan tidak berubah bagi
mereka yang kembali ke masa lalu ataupun mereka yang pergi ke masa depan. Lalu,
apa istimewanya kursi ini?”
Akan tetapi, Kazu memilih untuk terus meyakini
bahwa kekuatan hati cukup bagi seseorang untuk melewati kenyataan yang
dihadapinya, sepahit apapun kenyataan itu. Meskipun tak bisa mengubah
kenyataan, asalkan masih ada hati yang tergerak untuk berubah, selama itu pula
kursi tersebut istimewa.