Dr Fahrudin Faiz | Ngaji Filsafat
Dr Fahrudin Faiz | Ngaji
Filsafat
Nasehat dari Seneka tentang pelajaran hidup:
Kita tidak belajar di sekolah, tetapi yang utama adalah belajar di kehidupan nyata.
Pelajaran yang paling penting, yang banyak menghuni pikiran kita adalah pengalaman kita dalam mengalami kehidupan nyata. Karena wawasan di sekolah itu ilmunya berjarak dengan lingkungan, atau sifatnya idealistis. Sedangkan pelajaran hidup dari dunia nyata itu realistis. Maka, mari kita hidupkan semangat belajar dalam detik demi detik kita hidup. Motto nya adalah siapapun orangnya adalah guru, tempat apapun adalah sekolah, peristiwa apapun hakekatnya adalah pelajaran-pelajaran. Ingat, banyak orang pintar yang ilmunya dan kenyataan hidupnya tidak nyambung. Ilmunya sebenarnya sangat utama dan mulia, tapi tidak kontekstual, akhirnya hanya dihafalkan saja.
Tidak mudah mengajak orang kepada kebaikan dengan pelajaran, lebih mudah melakukannya dengan teladan.
Mengajar itu yang paling mudah ditangkap adalah dengan contoh. Daripada menghafalkan teori sholat, lebih baik langsung mencontohkan inilah sholat yang benar. Ini persis seperti Kanjeng Nabi, pelajarannya adalah saat Nabi sholat, ada contoh kongkrit. Jadi mengajak kepada kebaikan adalah mencontohkannnya, lalu ditunjukkan manfaat yang diddapat dengan melakukan kebaikan itu.
Nasehat dari Seneka tentang buku :
Leisure without books is death, and burial of a man alive.
Jadi, kesenangan tanpa buku adalah kematian dan kuburan bagi seseorang yang hidup. Ayo kita senang dan bergembira dalam hidup ini, tapi tetap harus ada ilmu dan wawasan yang bertambah. Kalau hanya senang-senang, ngopi, ngerokok, ngumpul, tapi tidak ada buku atau pengetahuan yang bertambah, itu kematian. Maka ini adalah doroangan kepada kita untuk belajar dimanapun dan kapanpun.
It does not matter how many book you have, but how good the books are with you have. (Dan sejauh mana engkau membaca buku-buku itu)
Tidak masalah berapa banyak buku yang kamu miliki, namun seberapa bagus buku yang kamu miliki. Kualitas lebih penting daripada kuantitas, karena bagusnya buku membentuk gagasan dan caramu berpikir. Namun kini, banyak orang hanya sebagai kolektor buku, tapi tidak dibaca, apalagi sekarang sangat mudah mendownload buku. Jangan jadi kolektor buku, jadilah pembaca buku! Buku itu bukan barang koreksi, buku itu harus dibaca, dipelajari dan diambil ilmunya.
Saya tidak akan pernah malu mengutip penulis yang buruk jika kalimatnya bagus.
Jadi, membaca, mengutip isi buku atau membeli buku adalah dilihat isinya, apabila kalimatnya bagus dan kayak, maka ambillah. Jangan pedulikan image penulisnya baik atau bagiamana. Bersikaplah objektif, jangan hanya melihat afiliasi atau latar belakang si penulis. Ingat, kadang dalam hal yang buruk ada kebaikan yang bisa kita ambil dan dalam hal yang baik ada keburukannya, sehingga kita harus kritis. Lihatlah apa yang dikatakan, jangan melihat siapa yang berkata.
Setiap malam, sebelum tidur kita harus bertanya kepada diri kita :
- Apa
perjuanganku mengatasi kekurangan, kelemahan ku hari ini?
- Apa
tindakan (perlakuan) ku yang menunjukkan kebajikan, sesuai yang aku mampu
hari ini?
Hari-hari kita haruslah dari kebaikan menuju lebih baik, dari kebenaran menuju lebih benar, dari kekurang sempurnaan menuju lebih sempurna. Jadi, mari kita instropeksi diri, muhasabah diri di setiap hari. Kelemahan apa yang bisa kita taklukkan? Misalkan, biasanya aku malas ngaji, padahal aku tahu ngaji itu baik. Nah, hari ini aku sukses menaklukkan diriku, aku sudah mulai ngaji sekarang. Sudahkah kamu berusaha menaklukkan kelemahan kamu? Kebajikan juga seperti itu, kita hidup punya kekurangan tapi juga dianugrahi banyak kelebihan. Nah misal, aku kalau ngomong menyenangkan, hari ini aku menyenangkan teman, peduli dengan teman lewat WA atau medsos yang lain.
No comments:
Post a Comment