Saturday, January 25, 2020

Tuhan Jangan Buat Saya Tidak Punya Harta

Bertafakur di pagi hari :)

Ngaji Kitab Al-Hikam karya Ibn Attoillah bersama Ustadz Kudhori di Pondok Putri Al-Azkiya’ pada hari kamis, 16 Januari 2020. Mengaji pagi itu membahas mengenai do’a atau munajad Ibn Attoillah ketika beliau mendirikan sholat Tahajud. Kurang lebih, begini do’a beliau :

“Ya Allah, walaupun saya kaya (punya harta), tapi sesungguhnya saya miskin, maka ketika saya diberikan seluruh harta, saya masih faqir. Maka bagaimana jadinya jika tidak Engkau beri Ya Allah?”

“Ya Allah, walaupun saya pintar, sebenarnya saya masih bodoh. Meski Engkau berikan segala pengetahuan, tetap bodoh hamba. Maka apa jadinya hamba tanpa pertolongan dari-Mu Ya Allah?”

Maka, sesungguhnya hidup ini seperti roda pedati, kadang kita diatas, kadang kita dibawah. Perubahan hidup yang cepat, menuntun kita pada satu hal, kita harus bergantung pada Allah. Jika kita tidak bergantung pada Sang Pengatur Kehidupan maka hati kita tidak akan tenang. Jika hati kita hanya pada Allah, maka kita akan tenang, karena kita tahu apapun perubahan dalam hidup, Allah yang menentukan. Jangan sampai kita terjebak istidraj, yaitu jebakan yang membuat kita semakin jauh dari Allah, rasa bahagia yang semu, melenakan dan menyakitkan.

“Ketika kita dapat bencana, janganlah putus asa. Ketika kita di posisi terpuruk, janglah putus asa. Ketika kita diposisi ternyaman, berjaya, jangan sombong, jangan foya-foya. Hati akan selalu berubah-ubah, maka minta pada Allah agar hati kita dijaga dan iman kita dijaga pula oleh Allah sampai akhir hayat kita. Hanya dengan mendekatkan diri kepada Allah hati kita tenang.”

“Ya Allah, walaupun saya berbuat baik, sebaik apapun saya, sungguh sangat-sangat sedikit kebaikan itu dibandingkan nikmat-Mu. Maka tidak layak ibadah hamba, maka tolong jika Engkau memberi hamba, jangan berdasarkan kebaikan hamba.”

Selalulah ingat, bahwa Pemberian Allah itu atas dasar ridho Allah kepada kita, maka kejarlah rdho dari Allah. Allah itu penuh dengan kasih sayang, begitulah sifat Allah bahkan sebelum kita diciptakan. Maka, ketika kita bermaksiat, jatuh dalam salah, teruslah berdo’a dan meminta. Meminta agar Allah tetap menolong kita, tetap lembut dan memberikan kasih sayang-Nya pada kita, agar kita dapat kembali menjadi yang lebih baik.

“Ya Allah, kebaikan ku tak seberapa, sungguh lemah hamba Ya Allah. Tapi tolong, tetap sayangi hamba, jangan murkai hamba Ya Allah.”

“Ya Allah, jika hamba tampak baik, itu karena Allah, bukan karena kebaikan hamba. Jika hamba tampak jelek, maka itu karena kesalahan dan dosa-dosa hamba.”

Allah yang memberi petunjuk, Allah yang membuat kita menjadi baik, Allah yang memberikan kita rezeki untuk makan dan minum. Allah menyembuhkan kita ketika kita sakit. Segala sesuatu yang baik itu anugrah dari Allah. Namun, segala yang tidak baik itu kekurangan kita, atas nafsu yang tidak bisa kita kendalikan.

Maka marilah selalu ingat bahwa kebaikan dan kecerdasan itu dari Allah, maka jangan lupa bersyukur. Keburukan dari kita, maka jangan lupa istighfar, meminta maaf dan bertaubat kepada Allah. Kalau kita berbuat dosa, Allah berhak menghukum atau menghakimi kita. Maka kita berharap, atas sifat Rahmaan dan Rahiim Allah, Allah mengampuni dosa-dosa kita.

“Tuhan, saya ini masih miskin meski banyak harta. Bagaimana jika saya tidak punya harta? Karena itu, jangan buat saya tidak punya harta.”

Bukan Sekedar Kisah Biasa

Cover depan novel
Judul : Orang-Orang Biasa
Penulis : Andrea Hirata
Editor: Dhewiberta Hardjono
Tahun : Cetakan pertama, Februari 2019
Penerbit : Bentang
ISBN : 978-602-291-524-9

Kesan pertama :
Novel ini telah mengisahkan (melalui serangkaian permainan sastra yang indah) mengenai hal-hal biasa dalam keseharian masyarakat, lalu penulis menggiring pembaca menuju suatu rangkaian kejadian yang spesial, luar biasa dan epik. Kisah yang menyadarkan diri bahwa keterbatasan bukan alasan untuk menyerah pada takdir yang pahit.

Novel Orang-Orang Biasa ini berlatar di kota Belantik, sebuah kota yang naif. Selama ini kota Belantik selalu tentram dan aman tanpa ada kasus pencurian yang berarti. Karena itu, hanya ada dua polisi yang ditugaskan untuk menjaga kota ini, yaitu Inspektur Abdul Rojali dan sersan P. Abri. Kota Belantik dihuni oleh orang-orang biasa yang perekonomiannya lemah, kalaupun ada orang yang kaya itu hanya sedikit, tapi tidak ada orang yang tidak kaya dan tidak miskin. Meskipun ada SMA di kota Belantik ini, akan tetapi masih banyak remaja yang bodoh, putus sekolah dan lebih memilih mewarisi usaha orang tua mereka yang tidak terlalu menghasilkan uang.

Orang-orang biasa yang menjadi  tokoh dalam novel ini adalah sepuluh gerombolan yang waktu SMA mereka ada di jejerann bangku belakang. Mereka adalah Debut, Handai, Dinah, Honorun, Tohirin, Sobri, Rusip, Nihe, Junilah dan Salud. Hanya Honorun dan Rusip yang tamat SMA, sedangkan yang lainnya mengundurkan diri dari SMA. Mereka mengundurkan diri kebanyakan akibat ketidak mampuan memenuhi nilai minimum yang ditetapkan (karena saking bodohnya mereka). Tapi untuk Salud, dia tidak kuat karena terlalu sering memperoleh perundungan dan Debut mengundurkan diri akibat sikap idealismenya yang berlebihan.

Waktu berlalu, kesepuluh kawan ini menjalani hidup mereka masing-masing, ada yang menikah dan memiliki banyak anak, ada yang masih membujang. Tetapi tetap saja mereka semua tetap miskin sekeras apapun mereka bekerja. Berbeda takdirnya dengan gengster yang dulu merundung mereka, yaitu Boron, Bandar, Bastarid, Jamin dan Tarib, mereka bermandikan uang dan dielu-elukan oleh kejayaaan.

Kisah mulai bergulir serius manakala menyangkut Aini, anak sulung Dinah yang harus bekerja keras untuk belajar tentunya dengan keterbatasan yang sangat memprihatinkan. Berlatar kekecewaannya terhadap kematian ayahnya akibat fasilitas kesehatan yang sangat terbatas di kota Belantik, Aini bertekad untuk bisa menjadi dokter. Ketika lulus SMA dan mencoba mendaftar ke fakultas kedokteran, Aini diterima di salah satu Universitas Negeri di Bengkulu, di fakultas kedokteran. Betapa senang sang ibu, tetapi masalah besar muncul akibat tidak adanya uang 80 juta untuk melakukan regristasi. Dinah telah mengusahakan ke segala pihak untuk mendapat keringanan, hasilnya nihil, akhirnya Dinah meminta tolong kepada teman-teman SMAnya dulu, gerombolan bangku belakang.

Debut sebagai ketua gerombolan sangat prihatin dengan apa yang dialami Dinah, akhirnya Debut mengumpulkan seluruh teman-temannya (gerombolan bangku belakang) untuk ikut membantu Dinah. Mereka segera bertemu untuk rapat, dan akhirnya mereka bertekad untuk meminjam uang di bank dengan cara merampok bank itu. Terhitung puluhan kali rapat, akhirnya pada saat pawai Agustusan para perampok melancarkan aksinya. Akan tetapi perampok yang tidak memiliki catatan tindakan kriminal, bodoh dan lugu mengalami kegagalan dalam aksi perampokan bank tersebut. Kemudian ada kejutan epik dari sang ketua gerombolan (Debut), yaitu akhirnya mereka merampok toko Batu Mulia. Mereka sukses merampok toko Batu Mulia, dan mereka sukses kabur dari kejaran keamanan toko.

Akan tetapi, meskipun mereka berhasil mendapatkan banyak uang, Dinah menolak serupiahpun hasil perampokan tersebut, anggota gerombolan yang lainpun begitu. Bagi mereka, berhasil merampok dengan segala keterbatasan dan kedunguan mereka adalah satu hal yang sangat hebat. Tapi untuk mengambil uang haram itu, mereka sama sekali tidak mau, mereka lebih memilih bekerja keras membanting tulang lagi agar mendapatkan uang yang halal. Maka akhirnya singkat cerita Debut menyerahkan uang tersebut kepada kepolisisan (tentu dengan cara yang epik dan tidak terduga). Disisi lain, perampokan bank yang gagal tetap menjadi misteri besar bagi Inspektur Abdul Rojali.


Maaf apabila tulisan ini spoiler, akan tetapi tulisan ini bukan apa-apanya jika kalian langsung membaca novel Orang-Orang Biasa ini. Sebab penggambaran karakter yang sangat kuat, cerdas dan berlapis. Membaca novel ini membuat kita terpingkal-pingkal akibat aksi konyol sang tokoh, kemudian penulis segera membawa ke suasana serius antara hidup dan mati. Kemudian novel ini sekali lagi mengajarkan kita arti kehidupan yang pelik, kehidupan yang harus diperjuangkan betapapun mengenaskan takdir yang kita hadapi.

(Novel ini menemani perjalanan saya dia atas kereta api dari Malang ke Surabaya dan dari Surabaya ke Semarang lalu ketika pulang dari Semarang ke Surabaya. Maka benar adanya bahwa teman terasyik dalam perjalanan salah satunya adalah dengan membaca buku.)


Beberapa kutipan dalam Novel ini :

Barang siapa yang berani meawan kesepian, akan menang bertempur melawan kesedihan.

“Kita belum merdeka dalam pendidikan! Kita sekolah sekolah masih macam orang terjajah!” kata Debut

“Kami akan lebih merasa bersalah jika anakmu yang cerdas itu tidak kuliah, Dinah!” kata Junilah

“Tangkap! Tangkaplah orang misikin yang berjuang agar anaknya bisa sekolah! Kita ini bukan merampok, Dinah! Kita ini melawan ketidak adilan! Tengoklah banyaknya orang kaya! Tengoklah langkahnya anak-anak orang miskin yang jadi dokter! Mendaftar ke fakultas itu saja mereka tak berani! Padahal, kecerdasan mereka siap diadu! Ilmu hendaknya hanya tunduk pada kecerdasan, bukan pada kekayaan! Para pemimpin, birokrat, polisi, sibuk dengan periuk belaga mereka sendiri! Tanpa merampok bank itu, sampai kiamat kau takkan bisa menyekolahkan anakmu di Fakultas Kedokteran!” Tak pernah mereka melihat Debut Awaludin semuntab itu.

“PAM MARAH, KITA TAK MANDI! PLN MARAH, LAMPU GELAP! INILAH SAAT YANG DINANTI-NANTI! PERAMPOK DATANG, SEMUA TIARAAAP!!!” teriak Sobri

Dulu Rusip pernah bilang bahwa 99% perampokan itu akan berhasil, dia lupa, ada pekerjaan yang tak boleh menyisakan ruang sedikitpun, meski hanya 1%, untuk eror.

“Ragu lebih berbahaya dari bodoh,” kata Handai

“Maaf, Kawan, uang korupsi, uang haram, sesen pun aku tak mau menyekolahkan anakku dengan uang ini.” kata Dinah

School of Physics XIII

Poster SoP XIII

School of Physics (SoP) ke 13 diadakan oleh (tuan rumah) dosen Fisika Universitas Negeri Semarang (UNNES) pada tanggal 17-19 Januari 2020 di Ungaran, Semarang Jawa Tengah. Kegiatan SoP kali ini bertemakan Electromagnetism, dengan pemateri Pak Rosyid dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Tujuan utama diadakan SoP ini adalah untuk memfasilitasi belajar fisika bersama-sama dalam kondisi yang nyaman dan berfokus pada pemahaman konsep dasar.
Berikut adalah beberapa konsep yang disampaikan oleh Pak Rosyid dalam SoP XIII (berasal dari catatan saya) :

Memahami potensial listrik.

Ketika mendung, kadang ada kilatan halilintar sebagai pertanda akan turun hujan. Kilatan cahaya halilintar biasanya dari awan lalu meloncat menuju tanah. Halilintar ini akibat potensial listrik di langit lebih rendah dibanding dengan potensial listrik yang ada di permukaan tanah.

Balon karet, yang digosok-gosokkan dengan rambut lalu didekatkan dengan potongan-potongan kertas, maka kertas akan menempel di balon karet. Balon karet yang digosok-gosokkan dengan rambut, itu artinya balon dimuati degan muatan listrik, sehingga bisa menarik kertas.

Kemudian, ada pengaduk gelas yang digosok-gosokkan dengan kain sutra, maka pengaduk gelas tersebut akan mendekat jika didekatkan dengan balon karet yang digosok-gosokkan dengan rambut. Akan tetapi pengaduk gelas yang digosok-gosokkan dengan kain sutra akan menolak jika didekatkan dengan potongan kertas. Ini artinya muatan pengaduk gelas sejenis dengan muatan potongan kertas dan muatan pengaduk gelas tidak sejenis dengan balon karet.

Sebenarnya keberadaan muatan listrik adalah sebuah postulasi. Sebuah postulat yang mana kita harus percaya begitu saja. Termasuk kecepatan cahaya juga merupakan sebuah postulasi. Kita membutuhkan postulasi ini untuk menjelaskan banyak hal. Lalu bagaimana cara menjelaskan gejala potensial listrik yang dialami benda-benda diatas?

Jawabannya adalah akibat adanya kelestarian muatan, yakni bahwa dalam proses pemuatan balon karet dan pengaduk gelas itu muatan tidak diciptakan dan juga tidak dimusnahkan, hanya dipindahkan. Jadi muatan keseluruhan tidak berubah, hanya dipindahkan dari suatu benda ke benda lainnya.

Ingat bahwa benda tersusun dari atom, lalu atom tersusun dari inti atom dan elektron. Sebuah atom dikatakan bersifat netral dalam kelistrikan jika jumlah proton sama dengan jumlah elektron. Elektron sendiri bisa meninggalkan atom, jika elektron meninggalkan atom, maka atom tersebut akan bermuatan positif (kehilangan elektron berati kehilangan kenetralan atom). Ketika pengaduk gelas digosokkan dengan kain sutra, maka elektron dari pengaduk gelas berpindah ke kain sutra.

Secara kelistrikkan, konduktor adalah penghantar panas dan penghantar listrik yang baik, terdapat elektron bebas dalam bahan konduktor. Dalam bahan isolator, semua elektron terkunci dalam bahan, sehingga tidak bisa menjadi penghantar panas dan penghantar listrik. Dalam bahan konduktor, ketika elektron keluar dari atom (ketika elektron diambil), maka atom akan mencoba mencapai keseimbangan baru, sehingga elektron yang tersisa segera menuju permukaan.

Karena dalam SoP ini dijelaskan banyak hal dasar mengenai Electromagnetism dalam rumusan matematis dengan ranah pembuktian dan penjabaran rumus, maka hanya penjelasan mengenai potensial listrik yang saya tuliskan. Sedangkan penjelasan mengenai topik-topik matematis adalah menegenai : Potensial listrik di permukaan benda (elemen luasan dan elemen volume), teorema kulit bola, konsep vektor, gradiensi, medan gaya, divergensi, rotasi, laplacian, teorema Gauss, hukum Gauss, integral lintasan, teorema Stokes, integral titik tengah, kemagnetan, persamaan kontinuitas muatan, biot savart, ampere, kapasitor, hukum Faraday dan  persamaan Maxwell untuk elektromagnetisme.

Di akhir sesi, Pak Rosyid dan beberapa dosen dari UNNES memberikan nasehat kepada kami. Inti dari nasehat-nasehat beliau adalah mengenai bagaimana cara kita agar bijak dalam memaknai suatu profesi. Beliau-beliau juga berpesan untuk terus bersemangat menuntut ilmu, karena menuntut ilmu adalah bekal penting dalam mempersiapkan masa depan kita kelak.

Berikut dokumentasi dari SoP XIII :








Tentang Kesetiaan Tanpa Akhir


Judul               : #Teman Tapi Menikah 2
Penulis            : Ayudia Bing Slamet dan Ditto Percussion
Editor              : Afrianty P. Pardede
Tahun              : Cetakan 1, 2016
Penerbit           : Elex Media Komputindo
ISBN               : 978-602-04-4541-0

Kesan Pertama :
Dari kisah dalam buku ini, aku sadar pentingnya memiliki rasa takut kehilangan pasangan kita. Maka ketika kita takut kehilangan dia, kita akan berbuat yang terbaik agar kita tetap pantas mendampinginya hingga akhir.

Buku ini bisa dibilang otobiografi yang mengisahkan pasangan dengan latar belakang teman (sahabat) selama 13 tahun kemudian mereka menikah, hingga dikaruniai anak pertama. Mereka mengisahkan mengenai kisah mereka fase awal menikah hingga disaat menjadi pasangan muda yang dikaruniai anak pertama. Pasangan ini memang bersahabat sangat lama, kenal satu sama lain dan kenal dengan keluarga masing-masing. Tetapi, merka mengalami fase suit di awal pernikahan (yang juga dialami banyak), yaitu menikah bukan hanya tentang dua orang, akan tetapi menikah juga menyangkut dua keluarga. Pada akhirnya, dengan segala musyawarah dan menjalin komunikasi bersama kedua pihak segala interverensi dari luar bisa diselesaikan dengan damai.

Kemudian, beberapa bulan setelah pernikahan dikisahkan bahwa kehadiran anak pertama yang sebenarnya di luar rencana ini membuat kedewasaan mereka sangat diuji. Di masa awal kehamilan, kepribadian Ayu (sang istri) berubah drastis akibat hormon bawaan ketika hamil. Ayupun tidak bisa berjauhan dari Ditto (sang suami), kemanapun suaminya pergi untuk bekerja Ayu ikut. Sejak hamil, Ayu menjadi sangat tempramen, emosinya tidak stabil dan badannya cepat lemas. Hal ini membuat Ditto merasa kehilangan sosok Ayu yang dulu, hal ini menjadikan Ditto harus bekerja keras untuk tetap bertahan dan menjaga kondisi Ayu agar tetap kuat. Di sisi lain, Ayu yang memang merasa dirinya berubah drastis, ingin dimengerti oleh Ditto, dia mau suaminya selalu siaga dan setia disampingnya.

Hal spesial yang juga patut dicontoh dari kisah sepasang suami istri ini adalah cara mereka menjaga komunikasi. Mereka berkomiten untuk menyelesaikan masalah yang ada dengan saling berbicara baik-baik, sehingga tidak ada unek-unek yang dipendam satu sama lain. Saling menyemangati bahkan ketika dalam fase sama-sama sedang merasa terpuruk. Mereka tetap bertahan, tetap setia, tidak meninggalkan satu sama lain. Hingga pada akhirnya mereka sadar, bahwa menjalani rumah tangga itu bukan berarti terus bahagia, pasti ada masalah, ada rasa bosan. Diatas segala rasa itu, satu hal yang mereka pegang teguh, mereka akan tetap bertahan satu sama lain, saling mengalah dahulu, karena mereka memiliki rasa takut kehilangan.

Ini adalah beberapa cuplikan dari buku ini :

“Jangan pernah menyepelekan arti cinta yang sesungguhnya. Karena saat cinta itu datang, mungkin dia yang terbaik untukmu.”

“Masalah bisa dihadapi jika setiap pasangan bisa menjalin komunikasi yang baik. Saling mendengarkan dan terus mencoba saling memahami dan saling menerima.”

“Kami percaya kalau cinta itu ada dan nyata, dan kami beruntung alam semesta mendukung kami untuk mencinta. Berikan cinta itu untuk alam semesta, dan kalian pasti akan didukung alam semesta untuk mendapatkan cinta yang kalian cari.”

“Lebih pekalah terhadap orang yang lo cintai. Hargai setiap waktu untuk terus bersamanya dan berikan kasih sayang selalu seakan tidak akan datang hari esok.”

“Ternyata mempunyai anak mengajarkan kita banyak hal, berbuat positif untuk diri kita sendiri. Aku+dia=cinta. Bersama dia, gue semakin mengerti arti cinta.”

“Saat dia marah, gue hanya akan selalu mengingat, betapa gue sangat mencintainya dan sangat takut kehilangannya. Tak perlu marah berlarut-larut. Kita akan selalu memaafkan seakan-akan ini adalah hari terakhir kita bersama.”

Buku ini telah diangkat kedalam film layar lebar dengan judul yang sama yaitu #Teman Tapi Menikah 2, film nya sendiri akan tayang di bioskop pada tanggal 27 Februari 2020.

Sumber cover buku : https://www.goodreads.com/book/show/36163188-temantapimenikah-2 

Saturday, December 7, 2019

Memaknai Arti Perjalanan Hidup dari Seorang Perewa

Sampul depan novel
Judul : Pulang
Penulis : Tere Liye
Editor : Triana Rahmawati
Tahun : Cetakan 1, September 2015
Penerbit : Republika
Tebal buku : iv+400 hal; 13.5x20.5 cm

Judul : Pergi
Penulis : Tere Liye
Co-author : Sarippudin
Editor : Triana Rahmawati
Tahun : Cetakan 1, April 2018
Penerbit : Republika
Tebal buku : iv+455 hal; 13.5x20.5 cm

Kesan Pertama :
Dua buku ini, membuatku semakin faham apa arti pulang dan pergi, dimana dua kata itu tidak sebatas berarti menuju suatu tempat, akan tetapi menuju pada muara kehidupan yang penuh penghayatan, sekaligus harus terus berjuang menghadapi kenyataan hidup, sepahit apapun itu.

Dwilogi novel yang mengisahkan biografi seorang pemuda bernama Bujang alias Babi Hutan alias Agam Samad. Novel pertama berjudul “Pulang” dan novel kedua berjudul “Pergi”. Dua hari belakangan aku membaca kembali dwilogi novel ini, menyelami lagi makna filosofis dari kata pulang dan kata pergi. Melalui kejadian-kejadian dan petuah-petuah dalam novel ini jiwa ku mengingat kembali bahwa hidup ini memang tidak hanya hitam-putih, kehidupan ini lebih dari itu. Kedua novel ini menggunakan sudut pandang aku, diceritakan dari sang tokoh utama, yang mana namanya lebih sering ditulis Bujang oleh sang penulis novel.

Novel pertama yang berjudul “Pulang” menggunakan alur maju-mundur dari satu bab ke bab selanjutnya, ada juga dalam satu bab memuat alur maju-mundur. Kisah dibuka dengan hilangnya rasa takut dari tokoh utama (Bujang), dari awal penceritaan digambarkan bahwa tokoh aku adalah tokoh yang tegas, berfikir kritis dan memiliki kehidupan keluarga yang rumit. Dia dibesarkan di desa pedalaman pulau Sumatra oleh orang tua yang sifatnya bertolak belakang, ibunya yang sangat menyayanginya dan bapaknya yang sangat kasar dan pemarah. Kemudian pada suatu hari di usianya yang kelima belas tahun, dia dijemput oleh Tauke Besar, yang mana Tauke Besar inilah yang mendidik tokoh aku menjadi seorang penerus tahtah puncak Keluarga Tong, salah satu penguasa Shadow Economy dunia.

Pada Novel pertama ini dikisahkan perjalanan tokoh aku mulai dari dia berumur lima belas tahun hingga berumur tiga puluh tahun. Dikisahkan betapa tokoh aku sangat haus akan ilmu dan ambisi untuk menjadi yang terbaik dalam menyelesaikan tugas dari Tauke Besar. Tauke Besar mendidik tokoh aku dengan sangat baik, mendatangkan guru-guru terbaik dan mengirimkannya ke universitas-universitas yang terbaik. Karena hasrat belajar yang dimiliki tokoh aku sangat besar, dia belajar dengan sangat giat dan penuh ambisi. Hingga akhirnya dia menjadi tangan kanan Tauke Besar, orang yang sudah dia anggap sebagai bapak angkatnya pun sebaliknya, Tauke Besar menganggap tokoh aku sebagai anak angkat tersayangnya.

Novel ini memang dibuka dengan pengakuan tokoh aku yang telah kehilangan rasa takutnya setelah menghadapi babi hutan raksasa, kemudian kisah mengalir dengan sangat apik dimana ambisi demi ambisi tokoh aku terpenuhi dan masalah-masalah besar mampu tokoh aku selesaikan dengan cepat, efisien hingga tuntas, akan tetapi dia tetap manusia yang memiliki pertahanan atas rasa takut. Lapisan pertama runtuh ketika ibunya meninggal persis setelah pesta kelulusannya sebagai sarjana, kemudian lapisan kedua runtuh ketika bapaknya meninggal persis setelah pesta kelulusannya dari Amerika dengan dua gelar master sekaligus. Dua lapisan pertahanan ini memang membuatnya kehilangan ambisi dan semangat hidup, akan tetapi itu hanya beberapa pekan saja, Tauke Besar dan Kopong setia menenmaninya dan membangkitkan semangat juangnya lagi dan lagi. 

Lapisan ketiga tokoh utama runtuh ketika Tauke Besar meninggal akibat pengkhianatan yang dilakukan oleh orang yang sudah dia anggap sebagai saudara kandungnya. Disinilah, ketika telah sempurna tiga lapisan (perisai) runtuh, hingga yang tersisa adalah rasa takut benar-benar menguasai seluruh jiwanya. Pertanyaan-pertanyaan mengenai kehidupan dan kegelisahan hati yang selama ini dia lawan sejadi-jadinya membuat fikirannya semakin kalut. Kemudian di titik terendah sekaligus titik balik, manakala tokoh aku mendapatkan pesan penyejuk hati dari Tuanku Imam, kemudian dia mengenang kembali pesan yang disampaikan Guru Bushi, maka banyak pertanyaannya perlahan menemukan jawaban, dia perlahan tahu definisi pulang.

Ini adalah beberapa cuplikan dari Novel “Pulang” :

“Mamak tahu kau akan jadi apa di kota sana... Mamak tahu... Tapi, apa pun yang akan kau lakukan di sana, berjanjilah Bujang, kau tidak akan makan daging babi atau daging anjing. Kau akan menjaga perutmu dari makanan haram dan kotor. Kau juga tidak akan menyentuh tuak dan segala minuman haram. Agar besok lusa, jika hitam seluruh hidupmu, hitam seluruh hatimu, kau tetap punya satu titik putih, dan semoga itu berguna. Memanggilmu pulang.” – Mamak 

Pistol hanyalah pistol. Benda ini mematikan, tapi itu semua tergantung pada pemegangnya. Aku tidak akan menembak Salonga, bahkan jika kemungkinan pelurunya keluar satu banding seribu. Aku tidak punya alasan baik untuk melakukannya – bahkan sekalipun Tauke Besar menyuruhku. Aku memilih hukuman dari Tauke daripada menembak Salonga.

Aku tahu sekarang, lebih banyak luka di hati bapakku dibanding di tubuhnya, lebih banyak tangis di hati mamakku dibanding di matanya.

“Lantas hari-hari melesat cepat. Siang beranjak datang dan kita tumbuh menjadi dewasa, besar. Mulai menemui pahit kehidupan. Maka, di salah satu hari itu, kita tiba-tiba tergugu sedih karena kegagalan atau kehilangan. Di salah satu hari berikutnya, kita tertikam sesak, tersungkur terluka, berharap hari segera berlalu. Hari-hari buruk mulai datang. Dan kita tidak pernah tahu kapan dia akan tiba mengetuk pintu. Kemarin kita masih tertawa, untuk besok lusa tergugu menangis. Kemarin kita masih berbahagia dengan banyak hal, untuk besok lusa terjatuh, dipukul telak oleh kehidupan. Hari-hari menyakitkan.” – Tuanku Imam

“Aku tahu,kau tetap penasaran tentang banyak hal, karena kau dibesarkan dengan rasionalitas. Tapi saat kau tiba pada titik itu, maka kau akan mengerti dengan sendirinya. Itu perjalanan yang tidak mudah, Bujang. Kau harus mengalahkan banyak hal. Bukan musuh-musuhmu, tapi diri sendiri, menaklukkan monster yang ada di dirimu. Sejatinya, dalam hidup ini kita tidak pernah berusaha mengalahkan orang lain, dan itu sama sekali tidak perlu. Kita cukup mengalahkan diri sendiri. Egoisme. Ketidakpedulian. Ambisi. Rasa takut. Pertanyaan. Keraguan. Sekali kau bisa menang dalam pertempuran itu, maka pertempuran lainnya akan mudah saja.” – Guru Bushi

Mamak, Bujang pulang hari ini. Tidak hanya pulang bersimpuh di pusaramu, tapi juga telah pulang kepada panggilan Tuhan. Sungguh sejauh apa pun kehidupan menyesatkan, segelap apa pun hitamnya jalan yang kutempuh, Tuhan selalu memanggil kami untuk pulang. Anakmu telah pulang.


Novel kedua berjudul “Pergi” secara keseluruhan novel kedua ini menggunakan alur maju, hanya ada beberapa bab yang mengisahkan masa lalu, tapi itu lewat tokoh utama yang mendapat cerita dari orang terdekatnya dan lewat tokoh utama yang membaca surat hasil restorasi. Kisah dibuka dengan perkelahian tokoh aku untuk merebut prototype teknologi anti serangan siber milik keluarga Tong. Dimana dia harus terbang ke Meksiko untuk merebut benda tersebut, kemudian mendapatkan perlawanan yang terduga dari seorang misterius bertopeng yang melawannya menggunakan gitar dan pada akhirnya mampu mengalahkan tokoh aku. Seseorang yang misterius menjadi pemantik rahasia masa lalu bapak tokoh aku, dimana dalam novel kedua ini tokoh aku telah menjadi Tauke Besar.

Pada novel kedua ini dikisahkan tokoh aku ketika menjadi seorang Tauke Besar Keluarga Tong, dimana dia menjadi tampuk kepemimpinan puncak. Tokoh aku berusaha membawa Kelurga Tong menjadi keluarga shadow economy yang lebih bermartabat. Akan tetapi tantangan baru bermunculan yaitu ketika hantu masa lalu itu datang, menimpulkan pertanyaan-pertanyaan baru yang menuntut jawaban. Kemudian peperangan dengan keluarga shadow economy lain (terutama dengan Master Dragon) yang menuntut peperangan hidup mati. Maka semakin banyak lah pertanyaan-pertanyaan baru dari tokoh aku, mengenai kemana dia akan membawa pergi kehidupannya.

Apabila novel pertama adalah tentang mengakui asal muasal dirinya dan pembelajaran menjadi yang terbaik, maka novel kedua adalah tentang mencari jati diri sejati dan ujian dari kehidupan nyata yang pelik. Rahasia masa lalu sekaligus hantu masa lalu itu adalah kemunculan saudara tiri tokoh utama, dimana tokoh utama tidak mengetahui perihal ini dari Tauke Besar, Kopong, Salonga bahkan Tuanku Imam karena mereka berfikir itu hanya masa lalu yang tidak perlu diungkit. Kemudian serangan bertubi-tubi dari Master Dragon yang mengharuskan tokoh aku harus  segera konsolidasi kekuatan serta harus terus menerus berfikir efisien bagaimana cara menjaga kestabilan bisnis keluarga Tong. 

Tokoh aku akhirnya menemukan surat dari saudara tirinya, surat yang menjelaskan banyak hal mengenai kisah bapaknya dan ibu tirinya. Kemudian tokoh aku mendapatkan dukungan penuh dari keluarga Yamaghuci dari Jepang serta Bratava dari Rusia untuk melawan Master Dragon. Selama perjalanan di novel kedua ini tokoh aku lebih banyak ditemani oleh guru menembaknya, Salonga, yang mana juga menjadi penasehatnya. Dengan segala ide brilian dan rencana yang matang dari tokoh aku, dukungan penuh dari aliansi yang dia bangun, jalan penyelesaian masalah dengan Master Dragon terbuka lebar. Akan tetapi semua itu justru semakin memperbanyak pertanyaan tokoh tentang kemana dia akan pergi setelah semua peperangan ini berakhir? Tokoh utama ingin memahami hakikat kehidupannya yang sebenarnya, dan ternyata hantu masa lalu adalah jawabannya, membuka jalan kemana dia harus pergi.

Ini adalah beberapa cuplikan dari Novel “Pergi” :

“Tapi begituah rumus kehidupan. Dalam perkara shalat ini, terlepas dari apakah seseorang itu pendusta, pembunuh, penjahat, dia tetap harus shalat, kewajiban itu tidak luntur. Maka semoga entah di shalat yang ke-berapa, dia akhirnya benar-benar berubah. Shalat itu berhasil mengubahnya.” – Tuanku Imam

“Aku sedang tidak mencari redemption atau atonementdengan pergi ke gereja, juga dengan aktivitas sosial, mengurus anak-anak gelandangan itu. Bujang, aku hanya memberikan mereka jalan, agar mereka juga menemukan alasan dalam kehidupan mereka. Seperti aku menemukan alasan dengan pistolku.” – Salonga

Aku mengusap wajahku, Salonga benar, Bapak memang bad boy, tapi dia bukan play boy. Dia tidak pernah berbohong, atau menipu wanita yang pernah spesial dalam hidupnya.

Tentu saja banyak yang kupikirkan sekarang ... Setiap hari selalu ada masalah dalam bisnis. Hilang satu muncul dua, tiga, Dokumen yang harus ku baca. Keputusan yang harus kubuat. Menjadi Tauke Besar membuatku seperti mesin. Aku mungkin tidak mengenali diriku lagi ... Apakah itu yang kuinginkan? Menjadi monster?

“... Tapi hatimu berbeda, Bujang. Keberanian yang kamu miliki. Tekad, keteguhan, itu amat berbeda dengan Tauke Besar dulu, pun berbeda dengan Otes, Hiro. Mereka menjadi kepala keluarga, melakukannya tanpa membiarkan sedikit pun pertanyaan muncul ... Kamu tidak, Bujang. Kamu selalu memiliki banyak pertanyaan. Bahkan saat menyaksikan Tauke Besar tewas, dikuburkan seoarang diri, jauh dari segala kemegahan hidup, kamu jelas seketika memiliki banyak pertanyaan. Apa sebenarnya tujuan hidup ini? Kemana akan pergi?” – Salonga 

Aku membenci hidupku di talang, tapi sejatinya, itulah momen terbaik hidupku. Saat Mamak menatapku dengan tatapan penuh kasih sayang. Saat Mamak memelukku erat-erat, menghiburku yang meangis karena baru saja dipukuli Bapak.

“Konsentrasi, Dik. Fokus. Hilangkan semua beban pikiranmu. Bersihkan satu demi satu helai rasa sesal. Aku akan mengajarimu. Pejamkan matamu. Rasakan udara di sekitar.” – Diego 

Mereka memang penjahat, Diego. Tapi dunia tidak sesederhana warna hitam-putih. Aku tidak sedang membela siapapun, tapi kita semua berkepentingan menjaga keseimbangan.

Thursday, December 5, 2019

Bentang Rindu

Senja di awal Desember
Dalam naungan keindahan senja suatu sore di awal Desember. Senja kali ini membawaku teringat akan janji diri, dimana dulu sering sekali aku mengikrarkan untuk terus berjuang apapun keadaannya, apapun halangannya. Sekarang, dalam suasana senja yang syahdu (sehabis hujan lebat tadi siang) aku melihat dan merasakan betapa indah senja yang disuguhkan Sang Maha Pencipta. Aku menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan, mencoba mengingat kembali segala asa pada masa lalu, asa yang dahulu aku canangkan pada diriku sendiri. Akan tetapi kini seakan diriku terbawa waktu yang membawaku semakin menjauh dari masa lalu, dan naasnya segala janji diri itu mulai memudar dari jiwaku.

Segala bahagia dan luka silih berganti, menyebabkan jiwa ini semakin tertempa, semakin faham bagaimana cara kerja kehidupan. Akan tetapi pada suatu luka yang cukup dalam aku sempat merasakan betapa sangat pedihnya mengikhlaskan sekaligus merasakan bias tipis rasa pesimis dan realistis. Sungguh, senja kali ini membuatku merindu akan semangat yang sempat terkubur rasa putus asa dan terkubur oleh rasa kehilangan. Akibat lain dari luka itu adalah aku sempat cukup lama bergulat dengan amarah pada diri sendiri, menyalahkan betapa diriku lemah dalam menghadapi masalah.

Akan tetapi Allah selalu memberikan jalan terbaik atas segala masalah, dimana perlahan banyak teman-teman yang menguatkan, penerimaan dalam keluarga dan kemudian mulai berdamai dengan diri sendiri. Sangat bersyukur ketika ada yang mengatakan padaku bahwa tidak apa-apa menangis, karena gagal setelah mencoba lebih baik dari pada rasa penasaran akibat tidak pernah mencoba. Betapa Allah sangat baik memberikan tenggat waktu untuk menyembuhkan diri, menyembuhkan hati dan kemudian perlahan mulai menapak lagi. Sungguh (melalui kegagalan), Allah sebenarnya memberikan kesempatan kita untuk memperbaiki diri, berintropeksi dan bisa belajar mengenali diri lebih dalam.

Sungguh, benar memang kata orang bijak, yang mana mengatakan bahwa kebahagian itu ada dari pengalaman nyata, tidaklah cukup hanya membaca atau mendengarkan cerita. Kini, setelah segala badai yang ada, kesiur angin hangat senja mulai menghangatkan jiwa. Lalu sebentar lagi dinginnya malam akan mendekap, hingga kemudian hangat sang fajar kembali memeluk kita, kemudian berulang kembali, lagi dan lagi hingga waktu akhir datang. Maka, segala hal yang terjadi dalam hidup inipun begitu, berpola, jatuh-bangun juga berpola dan itu semua punya maksud baik untuk pendewasaan diri dan memperkokoh rasa penerimaan. Kemudian setelah berbagai bahagia dan luka, kita memang tidak akan pernah lagi menjadi orang yang sama. Memang begitulah, perubahan adalah keniscayaan maka ketika kita sendiri berubah, jangan sampai menuntut orang lain terus menerus sama seperti yang kita kenal dahulu. 

Kini, selepas luka dan usaha untuk bangkit, aku dapati diri kembali merindu dan benar-benar merindu bara semangat seperti waktu itu. Semoga masih ada waktu yang tersisa untuk menggenapi asa, untuk memenuhi janji dan menuntaskan tugas. Meski dengan sedikit perubahan disana-sini sungguh tidak apa-apa, karena melalui waktu yang diberikan oleh Allah, waktu yang dihabiskan karena Allah, semoga rindu ini akan tertambat pada tempat yang terbaik, akan berakhir dengan kedamaian yang abadi.  

Saturday, November 30, 2019

Berlatih Untuk Kuat

Tertatih, terjatuh, terjerembam
Sakit, peluh, sayatan
Betapa kita selama ini abai akan kegagalan
Lupa mengambil pelajaran
Malah mengurung diri, menangisi keadaan
Berandai-andai bahwa semua terjadi sesuai rencana
Tapi yang datang justru mimpi buruk berkepanjangan
Kemudian, mulai lupa cara berfikir waras dan terarah

Duhai hujan, bisakah kau basuh sakit ini?
Duhai awan mendung, bisakah kau halangi rasa kecewa agar tidak menusuk hati?
Duhai angin kencang, bisakah kau bawa seluruh kegundahan ini pergi?

Betapa sulit melupakan
Betapa rumit melepaskan
Betapa sakit mengikhlaskan

Maka, dalam batas akhir perlawanan, hanya satu jawaban tersisa
Mendekat pada Allah, Sang Maha Segala
Meminta ketenangan pada Allah, Sang Maha Penyayang

Bersimpuh, mengeluh, dan berpasarah
Semoga jawaban indah segera memelukmu agar mampu menerima luka

Siapa tahu ini adalah jawaban Allah atas salah satu do'a yang kita minta
Yaitu do'a untuk selalu kuat dan tetap dalam jalan terbaik-Nya

Hari Raya Idul Adha 1446H

 Ibadah haji adalah bentuk kasih sayang dari Allah SWT Mutiara hikmah : Bukti ketaatan seorang hamba kepada Sang Khalik untuk mendatangi-Nya...